
JAKARTA - Dalam peta pengembangan industri energi kawasan Asia Tenggara, Indonesia menempati posisi strategis dengan menunjukkan pertumbuhan signifikan pada sektor pertambangan batubara. Saat ini, Indonesia mencatatkan ekspansi tambang batubara terbesar di kawasan, dengan kapasitas sebesar 31 juta ton per tahun (Mtpa) dari proyek-proyek yang masih dalam pengembangan.
Peran Indonesia menjadi semakin menonjol dalam dinamika ini, terutama jika dilihat dari kontribusinya terhadap proyek-proyek baru yang mencakup tahap konstruksi hingga perencanaan. Dari total angka tersebut, 15 Mtpa saat ini sedang berada dalam tahap konstruksi, sementara 16 Mtpa lainnya masih dalam tahap perencanaan.
Langkah Indonesia ini bukan hanya menjadi bagian dari strategi ketahanan energi nasional, melainkan juga mencerminkan ambisi besar untuk memenuhi kebutuhan energi baik di pasar domestik maupun ekspor. Sekitar 94% proyek tambang baru diarahkan untuk memproduksi batubara termal, yang secara luas digunakan dalam pembangkit listrik.
Baca Juga
Komitmen Terhadap Peningkatan Kapasitas Produksi
Tidak hanya itu, laporan menunjukkan masih terdapat lebih dari 40 proyek tambang baru lainnya di Indonesia yang berada dalam tahap sangat awal. Meski kapasitasnya belum dapat diukur secara rinci, jumlah proyek yang demikian besar mempertegas komitmen Indonesia untuk meningkatkan kapasitas produksi batubara nasional dalam beberapa tahun ke depan.
Secara regional, Indonesia juga tampil sebagai kekuatan utama dalam lanskap pertambangan Asia. Dari sekitar 135 Mtpa proyek batubara yang masih dalam perencanaan di 12 negara di kawasan Asia (tidak termasuk Tiongkok), lebih dari setengahnya berasal dari Indonesia dan Pakistan.
Diversifikasi dan Eksplorasi Coking Coal
Selain fokus pada batubara termal, Indonesia juga mulai melirik potensi batubara metalurgi (coking coal) yang sangat penting dalam industri baja. Langkah ini dilakukan untuk mengurangi ketergantungan pada impor dari negara-negara seperti Rusia, Australia, dan China, sekaligus mendukung kebutuhan industri nasional.
Upaya eksplorasi ini menjadi bagian dari strategi diversifikasi sektor tambang Indonesia, yang selama ini cenderung bertumpu pada komoditas ekspor utama seperti batubara termal. Pemerintah kini tampak ingin memperluas portofolio energi dan industri ekstraktifnya.
Tantangan Global dan Risiko Ekonomi
Meskipun ekspansi tambang batubara ini mencerminkan pertumbuhan industri, sektor ini tidak lepas dari tantangan global yang cukup kompleks. Menurut Dorothy Mei, Manajer Proyek Global Coal Mine Tracker GEM, Indonesia menghadapi risiko keekonomian, termasuk kemungkinan berubahnya tambang menjadi stranded asset.
Hal ini tercermin dari penurunan drastis ekspor batubara Indonesia pada awal 2025, yang jatuh ke titik terendah dalam tiga tahun terakhir. Penyebab utamanya adalah meningkatnya produksi batubara dalam negeri oleh dua negara konsumen besar: Tiongkok dan India. Lonjakan produksi domestik di kedua negara tersebut secara langsung menekan kebutuhan mereka untuk mengimpor batubara dari Indonesia.
Posisi Indonesia dalam Peta Tambang Global
Dalam skala global, Indonesia berada di peringkat ke-8 sebagai negara dengan proposal tambahan kapasitas tambang batubara terbesar. Peringkat pertama masih dipegang oleh Tiongkok, yang mencatatkan peningkatan kapasitas tambang batubara hingga 1.350 Mtpa margin yang sangat besar jika dibandingkan dengan negara-negara lainnya.
Secara keseluruhan, tercatat ada sekitar 2.270 Mtpa proyek batubara yang saat ini sedang dikembangkan di 30 negara di dunia. Ini menunjukkan bahwa meskipun arah global menuju transisi energi bersih semakin kuat, batubara tetap menjadi sumber energi yang dipertahankan oleh banyak negara, terutama untuk kepentingan pasokan listrik yang stabil.
Emisi Metana dan Komitmen Lingkungan
Namun demikian, perlu dicermati bahwa ekspansi ini berpotensi memicu kenaikan emisi gas rumah kaca, khususnya metana. Jika seluruh proyek tambang baru terealisasi, diperkirakan akan ada sekitar 15,7 juta ton metana yang dilepas ke atmosfer setiap tahun. Jumlah tersebut setara dengan 1,3 miliar ton CO?e, yang bahkan melebihi total emisi tahunan Jepang pada tahun 2022.
Dampaknya bisa signifikan bagi upaya global menahan laju krisis iklim. Emisi global dapat melonjak hingga 6 miliar ton CO?e, mendekati tingkat emisi Amerika Serikat, negara penghasil emisi terbesar kedua di dunia.
Padahal, dari 30 negara dengan proyek tambang baru tersebut, 21 di antaranya telah menandatangani Global Methane Pledge – termasuk Indonesia. Namun, hanya sebagian kecil negara yang telah mempresentasikan rencana mitigasi metana secara konkret.
Seruan untuk Evaluasi dan Strategi Energi Nasional
Terkait situasi ini, berbagai pihak menyerukan evaluasi terhadap arah kebijakan energi Indonesia. Tiffany Means, Peneliti Senior di GEM, menyatakan bahwa jika negara-negara yang terlibat benar-benar ingin memenuhi komitmen iklimnya, maka seharusnya tidak lagi melanjutkan proyek-proyek baru tambang batubara.
Menurutnya, strategi paling efektif adalah menghentikan eksplorasi baru dan "membiarkan batubara tetap berada di dalam tanah."
Sejalan dengan hal itu, Wicaksono Gitawan, seorang Policy Strategist dari lembaga CERAH, juga menilai langkah ekspansi tambang tidak sejalan dengan arah transisi energi nasional. Ia menekankan bahwa seharusnya pemerintah fokus pada pengembangan energi terbarukan dan mulai mengurangi ketergantungan terhadap batubara sebagai sumber utama energi.
Menimbang Masa Depan Energi Indonesia
Keputusan untuk terus mendorong pengembangan tambang batubara menjadi dilema antara kebutuhan energi jangka pendek dan komitmen jangka panjang terhadap keberlanjutan lingkungan. Di satu sisi, batubara masih dianggap penting untuk pasokan listrik nasional dan ekspor. Namun di sisi lain, tuntutan global untuk mengurangi emisi dan mempercepat transisi menuju energi bersih semakin kuat.
Dengan posisi strategis di Asia Tenggara dan peran signifikan dalam pasar energi global, Indonesia dihadapkan pada pilihan krusial: memperkuat ketahanan energi dengan tetap menjaga tanggung jawab iklim, atau mengambil langkah lebih progresif menuju energi terbarukan.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Wisata Asri Bali Utara yang Jarang Dijamah
- 04 Agustus 2025
2.
Kecantikan Glowing ala Sociolla 2025
- 04 Agustus 2025
3.
3 Shio Paling Hoki di Pekan 4 Sampai 10 Agustus 2025
- 04 Agustus 2025
4.
Diskon Besar iPhone 16 Pro Max Awal Agustus 2025
- 04 Agustus 2025
5.
HP Samsung Murah untuk Pelajar di Bawah Rp2 Juta
- 04 Agustus 2025