
JAKARTA - Paruh pertama tahun 2025 menjadi pembuktian penting bagi PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL) dalam mengukuhkan posisi sebagai pemain kunci di industri nikel Indonesia. Berdiri sejak 6 September 2004 dan resmi tercatat di Bursa Efek Indonesia pada 3 Mei 2023, NCKL menunjukkan fondasi bisnis yang tangguh, utamanya lewat sinergi antara sektor tambang dan kawasan industri yang terus berkembang.
Berbasis di Jakarta dan beroperasi penuh sejak Februari 2011, NCKL berada di bawah kendali PT Harita Jayaraya dan induk akhirnya PT Harita Guna Dharma Bakti. Perusahaan ini membagi operasinya ke dalam dua segmen utama: penambangan bijih nikel dengan metode open pit dan pengolahan nikel yang meliputi proses dari pengeringan ore hingga produksi granule.
NCKL mengandalkan jaringan entitas anak yang tersebar di seluruh rantai nilai. PT Gane Permai Sentosa (GPS), pemegang izin tambang, masih menyimpan cadangan sebesar 46,49 juta WMT per Juni 2025 setelah memproduksi 8,05 juta WMT dalam setahun terakhir. Aset GPS sedikit menurun ke Rp 2,25 triliun dengan laba komprehensif ke non-controlling interest (NCI) sebesar Rp 4,66 miliar dan dividen ke NCI Rp 6,50 miliar.
Baca Juga
Segmen konsultansi dijalankan PT Obira Mitra Jaya (OMJ) yang mengendalikan PT Halmahera Jaya Feronikel (HJF). Entitas ini mencatat pendapatan Rp 8,64 triliun dan laba Rp 1,64 triliun. Asetnya sedikit terkoreksi menjadi Rp 22,73 triliun dan laba komprehensif ke NCI sebesar Rp 610,41 miliar.
PT Megah Surya Pertiwi (MSP), entitas pengolahan nikel yang 60% sahamnya dimiliki, mencatat pendapatan Rp 2,46 triliun dan laba Rp 250,02 miliar. Aset MSP naik menjadi Rp 5,42 triliun, dengan dividen ke NCI Rp 130,15 miliar. Sementara PT Gane Tambang Sentosa (GTS) mencatat kenaikan aset hingga 172,10% menjadi Rp 868 miliar setelah memproduksi 0,89 juta WMT dari total cadangan 31,81 juta WMT.
Entitas lainnya seperti PT Jikodolong Megah Pertiwi (JMP) dan PT Obi Anugerah Mineral (OAM) berfokus pada IUP produksi dengan aset masing-masing Rp 75 miliar dan Rp 7 miliar. JMP belum memulai produksi, sementara OAM stabil.
HJF yang mengelola fasilitas pemrosesan mencatat aset Rp 22,73 triliun. Sementara anak usaha luar negeri, HJF International Trading di China, memiliki aset Rp 62 miliar. Di sisi lain, PT Kreasi Kemakmuran Tambang (KKT), anak usaha GTS, menunjukkan lonjakan aset 136,36% menjadi Rp 26 miliar.
Pada semester I 2025, pendapatan konsolidasi mencapai Rp 14,10 triliun. Segmen pengolahan tetap dominan dengan kontribusi Rp 11,10 triliun, sementara pertambangan menyumbang Rp 2,99 triliun. Model bisnis terintegrasi membuat NCKL mampu memaksimalkan rantai nilai dari hulu ke hilir.
Izin usaha pertambangan berlaku hingga 8 Februari 2030 dan izin pemanfaatan kawasan hutan sampai 15 Mei 2027 serta 7 Februari 2030 untuk lokasi berbeda. Perusahaan ini memiliki total 11.068 karyawan, terdiri atas 6.318 karyawan tetap dan 4.750 kontrak.
Produksi bijih nikel naik tajam menjadi 10,88 juta WMT dibandingkan 6,28 juta WMT di periode yang sama tahun lalu. Total produksi kumulatif sejak awal operasi mencapai 60,08 juta WMT. Dari sisi hilir, kontrak jangka panjang dengan pelanggan utama seperti HPL (5 juta MT/tahun) dan KPS (3 juta MT/tahun) memastikan kestabilan pasokan.
Pasar ekspor menopang pendapatan, dengan Lygend Resources (China) menyumbang 53,05% atau Rp 7,48 triliun dan Glencore (Swiss) 15,28% atau Rp 2,15 triliun. Pendapatan tumbuh 10,08%, sementara segmen tambang mencatat lonjakan hampir 2,3 kali lipat.
Gross margin meningkat dari 29,85% menjadi 33,63%. Beban SG&A turun 14,53% menjadi Rp 613,35 miliar. Laba operasional naik 18,76% ke Rp 4,05 triliun dan laba bersih melonjak 48,35% menjadi Rp 5,25 triliun. EPS ikut naik 46,28% menjadi Rp 65,05 per saham.
Total aset per Juni 2025 mencapai Rp 56,66 triliun, naik 8,43%. Investasi pada entitas asosiasi melonjak ke Rp 21,69 triliun. Kas turun ke Rp 4,31 triliun seiring belanja investasi besar. Persediaan naik menjadi Rp 5,77 triliun.
Liabilitas naik 7,29% ke Rp 16,95 triliun. Ekuitas tumbuh 8,92% menjadi Rp 39,70 triliun. Arus kas operasi tetap kuat di Rp 3,88 triliun, dengan arus kas investasi keluar Rp 4,70 triliun dan pembiayaan Rp 1,38 triliun.
Free cash flow tetap positif Rp 3,47 triliun, sementara struktur modal tetap sehat. DER berada di 0,25 dan net DER di 0,14. Risiko usaha meliputi eksposur USD dan CNY serta harga nikel global yang fluktuatif.
Regulasi terbaru seperti PMK 136/2024 dan PP 19/2025 berdampak pada kenaikan beban royalti menjadi Rp 502,12 miliar. Meski begitu, kekuatan arus kas, margin yang membaik, dan integrasi rantai pasok menjadi andalan perusahaan.
Kapitalisasi pasar sebesar Rp 51,39 triliun mencerminkan PER hanya 6,26x. Dengan laba tahunan Rp 8,20 triliun, EPS di Rp 130,09 per saham. PBV di 1,29x, atau 1,36x jika menggunakan tangible BV. Rasio EV/EBITDA 6,42x menunjukkan valuasi moderat.
Dividen tahun buku 2024 sebesar Rp 30,357 per saham memberi yield 3,72% dengan payout ratio 30,00%. Peg ratio hanya 0,14x mempertegas posisi undervalued.
Kinerja semester I yang cemerlang, ditopang oleh pertumbuhan laba dan arus kas kuat, menempatkan NCKL sebagai salah satu emiten tambang nikel dengan prospek cerah. Jika efisiensi terus dijaga dan ekspansi berjalan sesuai rencana, potensi rerating saham sangat terbuka dalam waktu dekat.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Panduan Praktis Gunakan IC Card di Jepang
- 04 Agustus 2025
2.
Proyek Tol Solo Yogyakarta Dorong Ekonomi Wilayah
- 04 Agustus 2025
3.
Infrastruktur Permukiman Batam Dipercepat Demi Pemerataan Hunian
- 04 Agustus 2025
4.
Harga Sembako Jogja Stabil dan Terkendali
- 04 Agustus 2025
5.
Iuran BPJS Terbaru: Cek Skema Lengkapnya
- 04 Agustus 2025