Transportasi Udara Indonesia Berkomitmen Kurangi Emisi Karbon Signifikan
- Rabu, 16 Juli 2025

JAKARTA - Transportasi udara memegang peran vital dalam menjangkau wilayah Nusantara, namun juga kontributor signifikan terhadap emisi gas rumah kaca (GRK). Untuk menjawab tantangan tersebut, Direktorat Jenderal Perhubungan Udara (Ditjen Hubud) Kementerian Perhubungan menyelenggarakan forum “Monitoring Pencapaian Kegiatan Penanganan Perubahan Iklim dan Emisi GRK Subsektor Transportasi Udara” di Jakarta. Acara ini mempertemukan berbagai pemangku kepentingan regulator, operator bandara, maskapai, dan industri pendukung untuk mengevaluasi, merumuskan strategi, dan memperkuat kolaborasi demi sektor penerbangan yang lebih ramah lingkungan.
Menghadapi Paradox Udara: Mobilitas vs Emisi
Sekretaris Ditjen Hubud, Achmad Setiyo Prabowo, menyoroti paradoks besar di sektor transportasi udara:
Baca Juga
“Transportasi udara memiliki peran vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional, namun juga menjadi salah satu penyumbang emisi GRK yang perlu ditangani secara serius.”
Indonesia telah bergabung dalam Paris Agreement dan menetapkan komitmen Net Zero Emission (NZE) pada tahun 2060. Komitmen ini mengharuskan sektor transportasi udara untuk beralih dari kebiasaan lama ke praktik yang efisien, inovatif, dan berkelanjutan.
Menyusun Peta Jalan Mitigasi GRK
Forum ini membahas Program Kerja RAN GRK periode 2025–2027, sebuah roadmap strategis untuk memperkuat aksi mitigasi GRK di sektor udara. Inventarisasi emisi menjadi agenda utama, menyediakan data perbandingan emisi tiap fasilitas mulai dari bandara, pengoperasian pesawat, hingga logistik udara. Data ini memberikan potret area prioritas untuk efisiensi dan intervensi teknologi.
Bandara dan Pesawat: Teknologi Hijau Dipercepat
Ditjen Hubud sudah menerapkan sejumlah strategi pengurangan emisi udara:
Efisiensi operasional bandara, termasuk optimalisasi taxiway dan pengurangan idle time pesawat.
Penggunaan bahan bakar rendah karbon, terutama Sustainable Aviation Fuel (SAF).
Keterlibatan dalam skema internasional CORSIA, yang mendorong kompensasi karbon dan efisiensi operasional maskapai.
Forum juga mengidentifikasi kendala implementasi SAF mulai dari ketersediaan, harga, hingga infrastruktur distribusi—serta pembahasan insentif fiskal bagi maskapai dan bandara yang sudah mengadopsi bahan bakar hijau.
Regulasi Pelaporan Emisi: Membangun Kepercayaan
Transparansi emisi menjadi kunci. Kini setiap bandara dan maskapai wajib melaporkan data emisi secara berkala. Langkah ini mengacu pada prinsip akuntabilitas publik, sekaligus menunjukkan keseriusan Indonesia dalam penerapan NZE. Pelaporan juga membuka akses pasar dan investasi hijau dari mitra internasional yang mengutamakan footprint rendah emisi.
Sinergi Demi Keberlanjutan Industri
Achmad Setiyo Prabowo menegaskan bahwa kesuksesan mitigasi GRK tidak bisa dilakukan sendiri:
“Kegiatan ini diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat kolaborasi antar pemangku kepentingan dan mempercepat transformasi menuju transportasi udara yang lebih ramah lingkungan…”
Kolaborasi lintas sektoral menjadi fondasi, meliputi perguruan tinggi, lembaga riset, penyedia energi hijau, dan platform digital untuk monitoring real-time dan analitik emisi.
Hambatan yang Harus Diatasi
Beberapa tantangan nyata mencuat selama forum berlangsung:
Infrastruktur bandara di daerah masih belum siap mengadopsi teknologi hijau.
Harga SAF masih tinggi dan belum tersedia secara massal.
Kurangnya insentif fiskal bagi pelaku di sektor penerbangan hijau.
Rencana tindak lanjut mencakup skema insentif pajak, kemitraan pemerintah-swasta, hingga skema subsidi bahan bakar hijau agar industri tidak terbebani biaya awal yang tinggi.
Maskapai telah mulai menerapkan efisiensi: penerbangan lebih ramping, pengoptimalan muatan, dan rute yang lebih singkat. Sementara operator bandara meningkatkan kelancaran operasi taxiway dan area parkir pesawat untuk mengurangi konsumsi bahan bakar saat di darat. Hasilnya, kedua pihak mampu mengurangi jejak emisi mereka, sambil meningkatkan produktivitas.
Menuju Ekonomi Rendah Karbon
Mitigasi emisi bukan sekadar kewajiban ramah lingkungan, tetapi juga langkah ekonomi strategis. Investasi di teknologi RAMAH seperti SAF, efisiensi energi bandara, dan automasi digital menciptakan peluang pekerjaan baru, pasar jasa hijau, dan ekosistem industri penerbangan yang lebih berkelanjutan.
Transportasi udara hijau bisa jadi hiu untuk ekonomi regional, dengan tujuan seperti pintu gerbang pariwisata berkelanjutan dan destinasi ramah lingkungan di Timur Indonesia serta pulau-pulau kecil.
Langkah Selanjutnya
Ditjen Hubud menerapkan “agenda bersepatu kets”:
Finalisasi RAN GRK 2025–2027
Pilot program SAF di beberapa bandar utama
Pelatihan teknis bagi bandara dan maskapai daerah
Monitoring penerapan CORSIA
Ini bukan sekadar dokumen, tetapi tindakan nyata menuju NZE 2060 dan sektor transportasi yang tangguh menghadapi perubahan iklim global.
Indonesia menunjukkan keseriusan dalam agenda hijau nasional melalui dorongan terhadap transportasi udara berkelanjutan. Forum monitoring GRK mempertemukan regulator dan pelaku industri untuk bersinergi menyusun roadmap, memperkuat regulasi, dan mengakselerasi teknologi hijau. Dari efisiensi operasional hingga SAF dan pelaporan terbuka, tindakan ini adalah bukti bahwa penerbangan hijau bukan sekadar jargon, tapi strategi implementasi nyata untuk masa depan sektor udara Indonesia.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.