
JAKARTA - Kesadaran menjaga kesehatan tulang belakang ternyata perlu dimulai sejak usia muda. Di tengah kemajuan teknologi dan gaya hidup serba digital, tidak sedikit remaja kini mengalami gangguan kesehatan yang sebelumnya lebih umum diderita oleh orang dewasa. Salah satunya adalah kondisi saraf terjepit.
Remaja saat ini cenderung menghabiskan waktu dengan duduk dalam durasi panjang, baik karena belajar, bekerja, atau bermain gadget. Gaya hidup sedentari ini rupanya menjadi faktor utama yang berkontribusi terhadap meningkatnya kasus saraf terjepit pada usia muda.
Dokter spesialis ortopedi tulang belakang dari Eka Hospital BSD Tangerang, dr. Asrafi Rizki Gatam, menjelaskan bahwa kelompok usia remaja kini lebih rentan mengalami saraf terjepit, terutama pada bagian tulang belakang bagian bawah.
Baca Juga
"Postur dan kebiasaan yang tidak ergonomis menyebabkan kelompok remaja lebih rentan mengalami saraf kejepit. Biasanya terjadi di area lumbar atau tulang belakang bagian bawah yang menyebabkan sakit punggung bagian bawah," ujar dr. Asrafi saat ditemui di Tangerang, Banten.
Ia mengungkapkan bahwa dalam sebuah penelitian yang dipublikasikan pada Jurnal Frontiers in Surgery, tercatat terjadi peningkatan kasus saraf terjepit sebesar 6,8 persen pada anak-anak dan remaja berusia di bawah 21 tahun. Hal ini menandakan bahwa kondisi ini tidak lagi hanya menyerang orang tua.
Secara medis, saraf terjepit terjadi ketika saraf mendapat tekanan dari jaringan di sekitarnya, seperti otot, ligamen, atau bahkan tulang. Bagian tubuh yang paling sering terdampak meliputi tulang belakang, leher, dan pergelangan tangan.
Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kemungkinan remaja mengalami kondisi ini antara lain obesitas, posisi duduk yang salah, penggunaan gadget dalam durasi panjang tanpa istirahat, olahraga berlebihan, riwayat keluarga, dan trauma akibat kecelakaan.
Gejala saraf terjepit dapat bervariasi tergantung lokasi dan tingkat keparahannya. Beberapa yang paling umum dirasakan antara lain kesemutan, rasa nyeri menjalar ke bagian tubuh lain, sensasi panas terbakar, rasa tersetrum, mati rasa, serta kelemahan pada bagian tubuh seperti kaki atau tangan.
"Gejala-gejala tersebut bisa menjadi petunjuk bagi dokter untuk mengetahui bagian tubuh mana yang terdampak penjepitan saraf," kata dr. Asrafi.
Pada kondisi ringan, saraf terjepit biasanya bisa membaik dengan sendirinya melalui perawatan konservatif, seperti terapi fisik, peregangan otot, penguatan otot inti, serta menghindari aktivitas yang memperparah tekanan pada saraf.
Namun, ia mengingatkan bahwa apabila kebiasaan buruk terus dilakukan tanpa penanganan yang tepat, maka kondisi bisa memburuk. Dampak jangka panjangnya sangat serius, termasuk mati rasa, kelumpuhan anggota tubuh, kesulitan buang air besar atau kecil, bahkan kehilangan sensasi pada area genital.
Bila terapi konservatif tidak menunjukkan hasil, tindakan medis lanjutan seperti operasi dapat dipertimbangkan. Terutama jika gangguan saraf menyebabkan gangguan aktivitas harian yang signifikan pada remaja.
Untuk penanganan bedah, teknik minimal invasif menjadi pilihan utama. Salah satu metode yang saat ini dianggap paling efisien adalah Biportal Endoscopic Spine Surgery (BESS), sebuah teknik operasi ultra-minimal invasif yang hanya memerlukan dua sayatan kecil, masing-masing sekitar 0,5 sampai 0,8 cm.
Menurut dr. Asrafi, metode BESS sangat cocok untuk remaja karena tingkat presisinya tinggi, durasi pemulihan yang cepat, dan risiko komplikasi yang lebih rendah dibandingkan dengan operasi konvensional. Ini sangat penting mengingat remaja masih berada dalam masa pertumbuhan dan aktivitas mereka cukup padat.
"Sebab metode BESS menggunakan dua sayatan sehingga memungkinkan dokter lebih leluasa dalam menggunakan instrumen bedah, dibandingkan endoskopi biasa yang hanya menggunakan satu sayatan," ujarnya.
Dengan penggunaan dua saluran ini, dokter dapat secara visual mengawasi area operasi sambil mengoperasikan alat bedah dengan lebih fleksibel, sehingga hasil operasi menjadi lebih optimal.
Namun demikian, dr. Asrafi menekankan bahwa pencegahan jauh lebih penting. Ia menyarankan agar remaja mulai memperhatikan postur tubuhnya saat duduk, terutama saat menggunakan gadget, bermain komputer, atau belajar.
Beberapa langkah pencegahan yang bisa dilakukan antara lain rutin melakukan peregangan, memperbaiki posisi duduk agar lebih ergonomis, menghindari duduk terlalu lama, serta melakukan aktivitas fisik secara teratur.
Tak hanya itu, menjaga berat badan ideal juga sangat membantu menurunkan tekanan pada tulang belakang. Remaja dengan berat badan berlebih cenderung memiliki risiko lebih tinggi mengalami tekanan berlebihan pada tulang dan jaringan lunak di sekitar saraf.
Selain itu, bagi remaja yang aktif berolahraga, penting untuk memahami teknik latihan yang benar agar tidak memicu cedera atau tekanan pada tulang belakang. Olahraga berlebihan atau salah teknik juga bisa menjadi pemicu saraf terjepit.
Dengan kesadaran yang tinggi akan pentingnya postur tubuh dan kesehatan tulang belakang sejak usia dini, diharapkan para remaja dapat tumbuh menjadi generasi yang lebih sehat dan terbebas dari gangguan saraf yang mengganggu aktivitas sehari-hari mereka.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
2.
5 Pemain Tersukses Peraih Gelar Liga Indonesia
- 29 Juli 2025
3.
Viktor Gyokeres, Pewaris Nomor 14 Arsenal Terbaru
- 29 Juli 2025
4.
Laga Pramusim Seru Manchester United vs Bournemouth
- 29 Juli 2025
5.
Enam Shio Paling Hoki di 29 Juli 2025
- 29 Juli 2025