
JAKARTA - Alokasi anggaran pertahanan di Indonesia selama hampir dua dekade terakhir menunjukkan keterkaitan erat dengan kondisi ekonomi nasional. Meskipun Indonesia sudah masuk kategori negara berpendapatan menengah ke atas versi Bank Dunia, persentase anggaran pertahanan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) relatif stagnan, berkisar antara 0,7 sampai 0,8 persen sejak 2004. Angka tersebut mengindikasikan bahwa penguatan pertahanan nasional masih dibatasi oleh kapasitas fiskal yang terkait langsung dengan performa ekonomi.
Data Laporan Keuangan Pemerintah Pusat dalam beberapa tahun terakhir mencatat realisasi belanja pertahanan seringkali melampaui pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam APBN, kecuali pada Tahun Anggaran 2021. Namun demikian, pagu anggaran yang ditetapkan tetap berada di kisaran tersebut, menandakan kendala fundamental dalam peningkatan anggaran pertahanan yang berkelanjutan.
Pengalokasian anggaran pertahanan tidak hanya berasal dari pagu APBN. Terdapat pula dana yang bersumber dari Pinjaman Luar Negeri (PLN) dan Pinjaman Dalam Negeri (PDN), khususnya untuk pengadaan sistem persenjataan. Selama periode 2020-2024, terjadi lonjakan signifikan dalam pemanfaatan PLN dan PDN dibandingkan dengan periode sebelumnya (2015-2019), yang juga menjadi faktor penting dalam belanja pertahanan Indonesia.
Baca Juga
Keterbatasan anggaran pertahanan tidak terlepas dari kinerja ekonomi Indonesia yang relatif moderat selama satu dekade terakhir. Rata-rata pertumbuhan ekonomi Indonesia dalam kurun waktu 2014-2024 hanya sekitar 4,2 persen, turun dari periode 2004-2014 yang mencapai rata-rata 5,74 persen. Dengan pertumbuhan ekonomi yang tidak cukup tinggi, kemampuan pemerintah untuk mengalokasikan anggaran pertahanan secara signifikan menjadi terbatas, apalagi di tengah kebutuhan memenuhi berbagai prioritas belanja lain yang juga penting, termasuk janji-janji politik dalam kampanye pemilu presiden.
Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal (KEM-PPKF) RAPBN 2026 menetapkan delapan strategi prioritas pemerintah, salah satunya adalah pertahanan semesta. Dalam konteks ini, Kementerian Keuangan mengajukan pagu indikatif APBN untuk Kementerian Pertahanan sebesar Rp 167,4 triliun. Namun, Kementerian Pertahanan mengusulkan kenaikan menjadi Rp 184 triliun agar mampu menghadapi tantangan belanja besar di tahun anggaran 2026.
Beberapa komponen belanja besar yang dihadapi Kementerian Pertahanan pada 2026 meliputi aktivitas kontrak akuisisi sistem senjata. Pada revisi DIPA keempat APBN 2025, alokasi dana Rupiah Murni Pendamping (RMP) untuk aktivasi kontrak pengadaan peralatan perang terbilang kecil, sehingga hanya lima atau enam kontrak yang dapat diaktifkan pada tahun ini. Diperkirakan masih ada sekitar 50 kontrak pembelian sistem senjata menunggu alokasi dana RMP pada tahun fiskal berikutnya, bergantung pada persetujuan loan agreement oleh Kementerian Keuangan.
Selain itu, pembayaran utang yang berasal dari PLN dan PDN menjadi pos belanja wajib setiap tahun, mencakup pokok dan bunga utang yang mencapai triliunan rupiah. Data tahun-tahun sebelumnya menunjukkan bahwa pembayaran utang jatuh tempo ini tidak kecil dan menjadi tantangan fiskal tersendiri, terutama dalam menjaga keseimbangan antara belanja modal dan belanja operasional.
Agenda lain yang memerlukan anggaran besar adalah pembentukan Batalyon Teritorial Pembangunan (BTP). Rencana pembentukan 300 BTP memerlukan dana sekitar Rp 12 triliun, dengan rencana perekrutan 24 ribu tamtama untuk mengisi 100 BTP pada tahun berjalan. Alokasi anggaran tersebut mengacu pada biaya pembentukan 50 BTP pada semester pertama 2025. Konsekuensi dari pembentukan 300 BTP juga berpengaruh pada peningkatan belanja pegawai, mengingat kebijakan zero growth personel sudah tidak diterapkan lagi.
Permohonan kenaikan pagu indikatif dari Rp 167,4 triliun menjadi Rp 184 triliun memunculkan pertanyaan terkait kapasitas fiskal pemerintah. Selain pertahanan, terdapat tujuh prioritas lain yang harus dibiayai, termasuk program makan bergizi gratis, ketahanan pangan, energi, pembangunan desa, koperasi, dan UMKM. Dengan ruang fiskal yang terbatas, dan proyeksi penurunan penerimaan pajak di tengah peningkatan kebutuhan belanja, Kementerian Pertahanan harus bersaing dengan kementerian/lembaga lain yang juga mengajukan kenaikan pagu anggaran.
Ketidakpastian ekonomi global turut membayangi kondisi fiskal nasional. Jika pertumbuhan ekonomi tidak sesuai prediksi, pemerintah kemungkinan harus mengandalkan utang baru dan penggunaan Saldo Anggaran Lebih (SAL) untuk menutupi defisit. Hingga kini, pemerintah lebih memilih menggunakan SAL untuk menambal defisit akibat penurunan penerimaan pajak dan peningkatan belanja negara.
Sebagian pihak mengingatkan bahwa Debt Service Ratio Indonesia saat ini telah mencapai 45 persen, artinya hampir setengah dari pendapatan negara digunakan untuk membayar pokok dan bunga utang. Dengan kondisi tersebut, kenaikan pagu indikatif pertahanan sebesar 10 persen akan sulit dilakukan tanpa mengorbankan sektor lain, kecuali pemerintah bersedia memperbesar ruang utang baru, khususnya utang jangka pendek.
Menilik kondisi tersebut, alokasi anggaran pertahanan yang belum mencapai 1,5 persen PDB mencerminkan bahwa pertumbuhan ekonomi nasional masih belum memadai untuk menopang peningkatan belanja pertahanan secara signifikan. Pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk memperbaiki daya saing dan meningkatkan pertumbuhan ekonomi agar dapat memenuhi kebutuhan belanja pertahanan sekaligus menjaga kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan.
Apabila pada akhir dekade ini pemerintah berhasil menaikkan alokasi anggaran pertahanan menjadi satu persen PDB dengan pertumbuhan ekonomi rata-rata enam persen, pencapaian tersebut akan menjadi terobosan yang sangat berarti dalam pembangunan sektor pertahanan nasional.
Sebagai penutup, pembahasan anggaran pertahanan tidak dapat dilepaskan dari konteks kinerja ekonomi nasional. Penambahan alokasi untuk sektor ini harus diimbangi dengan kemampuan fiskal negara tanpa mengabaikan sektor lain yang berkontribusi pada kesejahteraan rakyat. Keseimbangan inilah yang menjadi kunci dalam membangun pertahanan yang tangguh sekaligus menjaga stabilitas ekonomi nasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
15 Proyek Energi Baru, SKK Migas Fokus Sinergi
- 16 Juli 2025
2.
Harga Minyak Terkoreksi, Fokus ke Tenggat Waktu
- 16 Juli 2025
3.
Update Harga BBM Non Subsidi Juli 2025
- 16 Juli 2025
4.
Erick Thohir Ingatkan Timnas U 23 Tetap Fokus
- 16 Juli 2025
5.
Inovasi UMKM, Kulit Semangka Jadi Camilan Lezat
- 16 Juli 2025