
JAKARTA - Sejumlah proyek infrastruktur pertanian di Kabupaten Blitar yang didanai melalui Dana Bagi Hasil Cukai Hasil Tembakau (DBHCHT) tahun 2025 menunjukkan capaian signifikan dengan penyelesaian lebih cepat dari jadwal yang direncanakan. Dari 13 titik pekerjaan, beberapa bahkan sudah rampung 100 persen sebelum bulan Agustus, menandakan efisiensi pelaksanaan yang tinggi.
Proyek ini mencakup pembangunan Jalan Usaha Tani (JUT) dan rehabilitasi Jaringan Irigasi Tersier (JIT), yang tersebar di kecamatan-kecamatan sentra tembakau, seperti Talun, Kademangan, Panggungrejo, dan Selopuro. Infrastruktur ini menjadi tulang punggung kegiatan pertanian di wilayah tersebut, mendukung mobilitas petani sekaligus meningkatkan efisiensi distribusi air irigasi.
Kepala Bidang Prasarana Pertanian Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian (DKPP) Kabupaten Blitar, Matsafii, menegaskan bahwa percepatan penyelesaian proyek ini terjadi karena semangat kelompok tani yang tinggi. “Banyak kelompok tani menyelesaikan pekerjaan lebih cepat dari target. Bahkan ada yang selesai sebelum bulan Agustus,” ujarnya.
Baca Juga
Awalnya, proyek ini direncanakan selesai pada Oktober 2025 atau paling lambat akhir tahun. Namun hasil monitoring dan evaluasi DKPP menunjukkan bahwa pelaksanaan di lapangan melampaui ekspektasi. Hal ini mencerminkan koordinasi yang baik dan komitmen kelompok tani terhadap program pembangunan infrastruktur.
Skema swakelola menjadi salah satu faktor penting di balik percepatan ini. Dengan sistem ini, kelompok tani diberikan kewenangan penuh untuk mengelola anggaran dan melaksanakan pembangunan sesuai kebutuhan mereka di lapangan. Menurut Matsafii, mekanisme tersebut mendorong rasa tanggung jawab dan motivasi tinggi di tingkat masyarakat.
“Begitu pekerjaan dimulai, mereka langsung tancap gas. Ada semangat gotong royong agar pembangunan ini cepat selesai dan langsung bisa digunakan,” kata Matsafii. Sistem swakelola memungkinkan kelompok tani untuk mengambil keputusan lebih cepat dibandingkan sistem kontraktual biasa, sehingga mengurangi hambatan birokrasi dan mempercepat pelaksanaan fisik proyek.
Meski anggaran tiap titik proyek relatif kecil, berkisar antara Rp150 juta hingga Rp200 juta, dampaknya cukup signifikan bagi produktivitas pertanian. Infrastruktur JUT mempermudah akses petani ke lahan dan pasar, sementara JIT meningkatkan ketersediaan air untuk sawah dan lahan tembakau, serta komoditas lain seperti padi dan jagung. Keberadaan fasilitas ini diharapkan memberi dampak jangka panjang pada peningkatan hasil pertanian dan pendapatan petani.
Selain itu, keberhasilan ini juga menjadi bukti bahwa dana DBHCHT mampu dimanfaatkan secara efektif untuk memperkuat sektor pertanian, bukan hanya untuk tembakau, tetapi juga untuk komoditas lain yang menjadi andalan wilayah Blitar. Dengan proyek yang selesai lebih cepat, petani dapat langsung merasakan manfaatnya, baik dari segi aksesibilitas maupun produktivitas lahan.
Ke depan, DKPP berencana memperbanyak sosialisasi teknis terkait swakelola kepada kelompok tani. Hal ini dimaksudkan agar pelaksanaan program dapat berjalan lebih akuntabel, tepat sasaran, dan memberikan manfaat optimal. Sosialisasi ini juga akan diterapkan untuk sumber dana pembangunan lain, termasuk aspirasi dewan dan Dana Alokasi Umum (DAU).
Program DBHCHT di Blitar menjadi contoh keberhasilan sinergi antara pemerintah dan masyarakat dalam pembangunan infrastruktur pertanian. Dengan model swakelola, pemberdayaan masyarakat menjadi lebih nyata, dan hasil pembangunan dapat langsung dirasakan oleh pengguna akhir. Menurut Matsafii, keberhasilan ini juga menunjukkan bahwa motivasi dan gotong royong di tingkat kelompok tani memiliki pengaruh besar terhadap efektivitas penggunaan anggaran publik.
Pelaksanaan proyek ini juga dipantau secara berkala oleh DKPP untuk memastikan kualitas pekerjaan dan kesesuaian dengan perencanaan. Monitoring dilakukan mulai dari tahap perencanaan hingga penyelesaian, sehingga setiap kendala di lapangan dapat segera ditangani. Hasil evaluasi menunjukkan bahwa sebagian besar pekerjaan berjalan lancar dan tepat waktu, bahkan beberapa lokasi menyelesaikan proyek sebelum tenggat resmi yang ditentukan.
Bagi DKPP, pengalaman ini menjadi pembelajaran penting untuk pengelolaan proyek serupa di masa mendatang. Keberhasilan proyek DBHCHT 2025 dapat dijadikan model untuk meningkatkan efisiensi pelaksanaan pembangunan infrastruktur pertanian di wilayah lain. Dengan penguatan kapasitas kelompok tani melalui swakelola dan pengawasan yang tepat, diharapkan program-program pemerintah dapat memberi manfaat maksimal bagi masyarakat.
Percepatan penyelesaian proyek DBHCHT di Blitar menunjukkan efektivitas skema swakelola, semangat gotong royong kelompok tani, dan pentingnya infrastruktur pertanian bagi produktivitas wilayah. Dengan adanya JUT dan JIT yang sudah rampung lebih cepat dari jadwal, para petani dapat segera merasakan manfaat langsung, sementara pemerintah mendapatkan bukti nyata efektivitas dana publik. Keberhasilan ini menjadi contoh positif bagi pelaksanaan proyek pembangunan infrastruktur di daerah lain, sekaligus meningkatkan optimisme masyarakat terhadap program pemerintah yang berbasis partisipasi dan kemandirian lokal.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Saham Potensial Hari Ini, Peluang Untung 2025
- 20 Agustus 2025
2.
Likuiditas Perbankan Tetap Aman Bagi Nasabah
- 20 Agustus 2025
3.
Bank Indonesia Turunkan BI Rate, IHSG Melonjak
- 20 Agustus 2025
4.
Pasar Modal Indonesia Mandiri dan Inklusif 48 Tahun
- 20 Agustus 2025
5.
5 Pilihan Investasi Tepat Untuk Investor Pemula
- 20 Agustus 2025