
JAKARTA - Indonesia masih menghadapi tantangan besar dalam sektor logistik, salah satunya adalah tingginya biaya logistik nasional. Saat ini, biaya logistik Indonesia mencapai 14,29% dari Produk Domestik Bruto (PDB), menjadikannya salah satu yang tertinggi di kawasan Asia Tenggara. Kondisi ini menjadi sorotan utama dalam upaya pemerintah memperbaiki efisiensi dan daya saing sistem transportasi nasional.
Direktur Jenderal Integrasi Transportasi dan Multimoda Kementerian Perhubungan, Risal Wasal, menekankan bahwa tingginya biaya logistik tidak hanya disebabkan oleh minimnya infrastruktur, tetapi juga akibat dari sistem transportasi yang belum terintegrasi dengan baik.
“Transportasi bukan sekadar infrastruktur jalan atau rel, tetapi tentang sistem yang saling terhubung dan memudahkan pergerakan antarmoda secara seamless,” ujar Risal saat menyampaikan pemaparan pada Indonesia Railway Conference 2025.
Baca Juga
Ketergantungan pada Transportasi Jalan Memperparah Masalah
Salah satu penyebab utama inefisiensi logistik adalah dominasi transportasi berbasis jalan dalam mobilitas masyarakat dan barang. Data mencatat bahwa jumlah kendaraan pribadi di Indonesia telah mencapai 140 juta sepeda motor dan 20 juta mobil. Dominasi kendaraan pribadi ini menyebabkan kemacetan parah di wilayah-wilayah perkotaan dan menambah beban biaya logistik.
Lebih dari itu, kemacetan juga memberikan kontribusi besar terhadap peningkatan emisi karbon. Di kawasan Jabodetabek, emisi karbon dari sektor transportasi mencapai 270 kilogram per hari, yang setara dengan 79% dari total emisi kawasan tersebut. Ketergantungan terhadap moda jalan membuat transportasi logistik lebih mahal, tidak efisien, dan tidak ramah lingkungan.
Kinerja Logistik Nasional Masih Tertinggal
Selain dari sisi biaya dan dampak lingkungan, kinerja logistik Indonesia juga masih tertinggal dibanding negara-negara tetangga. Berdasarkan Logistics Performance Index (LPI), Indonesia hanya meraih skor 3,0. Angka ini lebih rendah dibandingkan Singapura (4,3), Malaysia (3,6), dan Vietnam (3,3).
Skor tersebut menggambarkan masih rendahnya efisiensi layanan logistik Indonesia, mulai dari keandalan pengiriman, efisiensi bea cukai, kualitas infrastruktur, hingga ketepatan jadwal distribusi.
“Skor LPI yang rendah menjadi sinyal kuat bahwa kita harus segera berbenah. Tanpa sistem transportasi dan logistik yang terintegrasi, kita sulit bersaing secara global,” jelas Risal.
Mobilitas Terintegrasi Lewat Platform Digital MaaS
Menjawab tantangan tersebut, Kemenhub tengah mengembangkan konsep Mobility as a Service (MaaS). Platform digital ini bertujuan mengintegrasikan semua moda transportasi—darat, laut, dan udara—ke dalam satu sistem digital yang memudahkan pengguna berpindah moda tanpa hambatan.
Dengan MaaS, masyarakat dapat merencanakan perjalanan menggunakan berbagai jenis transportasi hanya melalui satu aplikasi, mulai dari kereta, bus, kapal, hingga pesawat. Konsep ini juga mendukung efisiensi energi dan pengurangan emisi karena mengurangi ketergantungan terhadap kendaraan pribadi.
“Dengan MaaS, masyarakat bisa berpindah moda transportasi dalam satu sistem tanpa hambatan. Ini mengurangi ketergantungan pada kendaraan pribadi dan mempercepat pergerakan,” ujar Risal.
Penerapan MaaS tidak hanya memberikan kemudahan bagi pengguna, tetapi juga menciptakan sistem transportasi yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan terkoneksi di seluruh Indonesia.
Langkah Strategis: Roadmap Transportasi 2025–2029
Untuk mewujudkan sistem transportasi nasional yang terintegrasi dan efisien, pemerintah telah menyusun roadmap integrasi antarmoda dan multimoda untuk periode 2025–2029. Roadmap ini mencakup pengembangan dan penguatan simpul-simpul transportasi strategis seperti pelabuhan, bandara, terminal, dan stasiun, yang tersebar dari Sumatera hingga Papua.
Fokus utama dari roadmap ini adalah menyatukan seluruh moda transportasi dalam satu ekosistem yang saling mendukung. Pembangunan infrastruktur juga diiringi dengan transformasi digital dan peningkatan kualitas layanan kepada pengguna logistik.
“Kami ingin membangun sistem logistik dan mobilitas nasional yang efisien, rendah emisi, dan berorientasi layanan,” tegas Risal.
Dengan pendekatan integratif ini, Indonesia diharapkan dapat memangkas waktu distribusi, menekan biaya operasional, serta meningkatkan keandalan layanan logistik nasional.
Mewujudkan Sistem Logistik yang Lebih Tangguh
Semua langkah yang diambil pemerintah mengarah pada pembentukan sistem logistik nasional yang lebih tangguh dan berdaya saing tinggi. Transformasi transportasi tidak hanya bertujuan memperbaiki infrastruktur fisik, tetapi juga menyentuh aspek digitalisasi, tata kelola antarmoda, dan peningkatan layanan publik.
Dalam jangka panjang, strategi integrasi transportasi ini diharapkan dapat menurunkan biaya logistik secara signifikan, mendongkrak posisi Indonesia dalam peringkat logistik global, serta mendukung pertumbuhan ekonomi yang inklusif dan berkelanjutan.
Tingginya biaya logistik Indonesia menjadi tantangan utama dalam meningkatkan efisiensi sistem distribusi nasional. Namun, dengan upaya Kementerian Perhubungan dalam mendorong integrasi antarmoda, memperkenalkan platform digital MaaS, dan menyusun roadmap transportasi 2025–2029, arah reformasi mulai terlihat jelas.
Transformasi transportasi bukan lagi pilihan, melainkan keharusan. Lewat kolaborasi antara pemerintah pusat, daerah, dan swasta, Indonesia memiliki peluang besar untuk membangun sistem logistik yang efisien, ramah lingkungan, dan tangguh menghadapi tantangan masa depan.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Oppo Rilis HP 5G Terjangkau, Mulai Rp 2 Jutaan
- 30 Juli 2025
2.
Xiaomi Banyak Iklan? Begini Cara Atasinya
- 30 Juli 2025
3.
HP Samsung Murah dengan USB OTG
- 30 Juli 2025
4.
5.
Wijaya Karya Perkuat Energi Lewat Proyek Balongan
- 30 Juli 2025