
JAKARTA - Kecanduan judi online (judol) bukan sekadar fenomena digital semata, melainkan sinyal adanya luka emosional yang mendalam. Fenomena ini menurut psikiater dr. Jiemi Ardian, Sp.KJ, tidak bisa dilepaskan dari akar psikologis seperti trauma masa lalu yang belum tertangani. Bagi sebagian orang, judul menjadi cara untuk "mengisi kesenangan dengan cara ekstrem", ketika kebahagiaan normal tidak lagi mampu menyembuhkan rasa kosong di dalam diri.
Sensasi Instan dan Rangsangan Emosional
Menurut dr. Jiemi, individu dengan latar trauma mencari sensasi yang tinggi dan cepat. Judi daring menyediakan reward instan melalui perputaran cepat dan potensi kemenangan mendadak. “Sebagiannya itu karena trauma makanya dia kecanduan, berusaha mengisi kesenangan dengan cara ekstrem, yang kalau orang normal enggak butuh intensitas kesenangan sebesar itu,” ungkapnya.
Baca Juga
Rasa senang yang datang tiba-tiba memicu sistem dopamin di otak sehingga seseorang terdorong untuk terus mencari pengalaman sama demi melupakan luka emosionalnya.
Ketergantungan: Rantai Masalah Psikologis
Kecanduan judol berkembang menjadi masalah struktural ketimbang tindakan impulsif. Trauma yang tidak ditangani secara tepat akan mendorong pelakunya menghindari realitas emosional yang menyakitkan. Judi daring kemudian jadi "pelarian", tapi efek jangka panjangnya malah memperburuk kondisi psikologis.
Kontrol diri terkikis, dan individu semakin bergantung pada kesempatan acak untuk mendapatkan kepuasan. Ini bukan sekadar soal kebiasaan buruk tetapi gangguan neurologis akibat rusaknya mekanisme reward alami otak.
Trauma Sekunder bagi Keluarga
Bukan hanya individu yang terdampak. Lingkungan terdekat seperti keluarga ikut merasakan dampaknya. Dr. Jiemi menyoroti trauma sekunder, yaitu stres emosional yang dirasakan anggota keluarga pelaku akibat tekanan dari perilaku judi daring.
Kondisi ini bisa memicu agresi, mood swing, dan pergesekan dalam relasi rumah tangga. Bahkan sekadar melihat promosi judul bisa menimbulkan kemarahan berlebihan dan mengganggu dinamika keluarga dalam jangka panjang.
Potensi Trauma Lintas Generasi
Trauma sekunder dapat menjadi benih bagi trauma lintas generasi jika tidak ditangani. Anak-anak yang tumbuh dalam lingkungan penuh ketegangan emosional akibat judi dapat menginternalisasi pola coping negatif. Hal ini berpotensi menciptakan siklus luka psikologis yang diwariskan antar generasi.
Masyarakat pun harus mulai memahami bahwa kecanduan judol membawa dampak bukan hanya pada pelaku, tapi juga pada struktur keluarga dan sosial yang lebih luas.
Pemulihan Lebih dari Sekadar Henti Berkecanduan
Salah kaprah umum adalah menganggap berhenti berjudi berarti sudah sembuh. Padahal menurut dr. Jiemi, pemulihan sejati mencakup lebih dari sekadar berhenti: “Jadi, kita tidak bisa menganggap sembuh judi itu hanya sebatas abstinence atau berhentinya judi, tapi juga hilangnya gejala mengganggu lain, itu baru kita bisa sebut sebagai sembuh.”
Artinya, proses pemulihan mencakup penghilangan signifikansi agresi, pemulihan mood, serta hilangnya gejala psikosomatik yang terkait dengan trauma.
Pendekatan Komprehensif untuk Pemulihan
Menangani kecanduan judol bukan hanya soal menghentikan tindakan, namun juga menggali dan menyembuhkan trauma emosional. Ini mencakup:
Psikoterapi intensif — untuk memproses trauma dan mengurangi kebutuhan akan sensasi instan.
Farmakoterapi — untuk mengatasi gangguan psikologis spesifik seperti gangguan kecemasan atau depresi.
Rehabilitasi sosial — untuk memperbaiki relasi keluarga dan meningkatkan dukungan sosial.
Dr. Jiemi menekankan bahwa intervensi medis dan psikologis harus berjalan seiring agar pemulihan bisa menyeluruh.
Edukasi untuk Pencegahan Awal
Pencegahan juga tak kalah penting. Edukasi masyarakat terkait kesehatan mental dan risiko trauma sejak dini perlu masif disebarkan. Ini akan memudahkan deteksi awal terhadap individu yang rentan mengalami trauma dan kecanduan judol.
Memberikan literasi pada keluarga tentang tanda-tanda kecanduan dan trauma dapat mempercepat upaya pertolongan sebelum masalah berkembang lebih rumit.
Keberanian Memulihkan Diri
Mencari bantuan mental profesional tidak sama dengan pengakuan kelemahan. “Keberanian untuk memulihkan diri dari kecanduan adalah langkah pertama dalam menghentikan rantai trauma yang bisa menular secara sosial dan lintas generasi,” tegas dr. Jiemi.
Ini adalah bentuk cinta pada diri sendiri dan keluarga, serta bentuk tanggung jawab sosial.
Antara Trauma dan Pemulihan
Kecanduan judi online bukan sekadar gaya hidup buruk, tapi reaksi kompleks dari trauma tersembunyi. Melalui sudut pandang psikiatri, dr. Jiemi Ardian mengingatkan bahwa tanpa pemulihan psikologis dari trauma, perilaku kompulsif seperti judol hanya menjadi pelampiasan sementara yang malah memburuk.
Solusi menyeluruh melibatkan detoks perilaku, pengobatan psikologis, dan rehabilitasi sosial. Dengan begitu, bisa tercapai pemulihan yang sejati bukan sekadar henti berjudi, tetapi juga pulih utuh dari luka batin.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
Kolaborasi REI Bali Expo Majukan Sektor Properti
- 14 Juli 2025
2.
BMKG Peringatkan Cuaca Buruk di Sabang
- 14 Juli 2025
3.
BMKG Waspadai Penyeberangan Namlea
- 14 Juli 2025
4.
Bansos Tunai Rp200 Ribu Kembali Disalurkan
- 14 Juli 2025
5.
Ajukan KUR BRI 2025 Online
- 14 Juli 2025