Indonesia Siap Produksi 80 Ton Emas per Tahun, Menteri ESDM: Saatnya Tambah Nilai di Dalam Negeri
- Kamis, 05 Juni 2025

JAKARTA – Pemerintah Indonesia menargetkan produksi emas nasional mencapai 70–80 ton per tahun mulai 2025. Hal ini dipastikan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menyusul beroperasinya dua smelter atau fasilitas pemurnian emas terbesar di Indonesia yang dimiliki oleh PT Freeport Indonesia (PTFI) dan PT Amman Mineral Nusa Tenggara (Amman).
Produksi besar-besaran ini menjadi bagian dari agenda strategis hilirisasi nasional yang tak hanya menargetkan peningkatan volume produksi, tetapi juga mendorong nilai tambah hasil tambang untuk tetap dinikmati di dalam negeri.
“Di Freeport itu melahirkan 60 ton emas, kurang lebih 50–60, di Amman itu 18–22 ton. Jadi kurang lebih total sekitar 70–80 ton emas per tahun,” ujar Menteri Bahlil dalam Human Capital Summit (HCS) 2025, Rabu, 4 Ju i 2025.
Baca Juga
Produksi Emas Nasional Didongkrak Dua Smelter Raksasa
Smelter milik PT Freeport Indonesia yang berlokasi di Gresik, Jawa Timur, menjadi andalan utama dengan kapasitas produksi emas diperkirakan mencapai 50 hingga 60 ton per tahun. Fasilitas ini merupakan bagian dari kompleks industri pemurnian tembaga dan emas yang telah lama direncanakan dan akhirnya beroperasi penuh tahun ini.
Sementara itu, PT Amman Mineral yang beroperasi di Sumbawa Barat, Nusa Tenggara Barat, diperkirakan mampu menyumbang antara 18 hingga 22 ton emas per tahun dari fasilitas pemurnian yang baru saja rampung dikembangkan.
Dengan total kapasitas dua perusahaan tersebut, Indonesia kini naik kelas menjadi salah satu produsen emas terbesar di kawasan, memperkuat posisinya di pasar logam mulia dunia.
Hilirisasi Tambang Jadi Fokus Nasional
Lebih dari sekadar angka produksi, pemerintah menekankan pentingnya hilirisasi sebagai langkah lanjutan yang wajib dipercepat. Menurut Menteri Bahlil, hilirisasi bukan hanya soal ekspor bahan mentah, melainkan memastikan proses pengolahan dilakukan di dalam negeri agar nilai tambah ekonomi bisa dirasakan langsung oleh rakyat Indonesia.
“Bapak ibu, nilai tambahnya itu dulu dibawa keluar. Nah, sekarang kita dorong agar industri hilirisasi berkembang lebih jauh di dalam negeri,” ungkapnya.
Saat ini, Kementerian ESDM tengah menyiapkan kebijakan untuk mengembangkan industri turunannya, mulai dari industri kabel, copper foil (tembaga tipis untuk baterai), hingga logam lainnya yang bernilai tinggi. Ini merupakan bagian dari upaya jangka panjang pemerintah untuk menciptakan kemandirian industri nasional dan memperluas lapangan kerja.
Indonesia Jadi Pemain Global Katoda Tembaga
Tak hanya emas, Indonesia juga bersiap menjadi produsen katoda tembaga terbesar kelima di dunia. Proyeksi ini datang dari kapasitas gabungan dua perusahaan tambang raksasa yang sama, yakni Freeport dan Amman Mineral.
Melalui dua smelter yang tengah beroperasi dan satu lainnya dalam tahap pengembangan, Indonesia diperkirakan mampu memproduksi hingga 1,5 juta ton katoda tembaga per tahun, angka yang menempatkan Indonesia sejajar dengan negara-negara penghasil tembaga utama dunia seperti Chile dan Peru.
Katoda tembaga merupakan bahan utama dalam berbagai industri strategis seperti kabel listrik, otomotif, dan energi baru terbarukan, terutama kendaraan listrik (EV) yang tengah booming secara global.
Dampak Ekonomi dan Industri: Hilirisasi Dorong Investasi dan Lapangan Kerja
Peningkatan produksi emas dan tembaga yang dibarengi dengan pembangunan industri hilir diprediksi akan memberikan efek ganda bagi ekonomi nasional. Dari penciptaan lapangan kerja di sektor tambang, manufaktur, hingga industri pendukung, hingga masuknya investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) yang tertarik pada stabilitas pasokan bahan baku.
Pemerintah menyatakan bahwa proses hilirisasi ini juga dapat meningkatkan penerimaan negara melalui pajak dan royalti, serta mendorong pertumbuhan ekonomi daerah, terutama di kawasan Indonesia Timur yang menjadi lokasi utama tambang dan fasilitas pemurnian.
Potensi dan Tantangan Hilirisasi Tambang
Meski pemerintah optimistis, pelaksanaan proyek hilirisasi juga dihadapkan pada sejumlah tantangan, seperti ketersediaan infrastruktur energi dan logistik, serta kesiapan sumber daya manusia.
Namun, Menteri Bahlil menegaskan bahwa pihaknya telah menyiapkan strategi nasional yang mencakup pelatihan tenaga kerja, dukungan fiskal bagi investor, hingga kerja sama lintas kementerian untuk mempercepat integrasi industri.
“Ini juga bagian dari pekerjaan kita ke depan. Kita akan dorong untuk membangun industri hilirisasi di sektor kabel dan macam-macamnya,” katanya.
Dengan posisi strategis sebagai produsen emas dan tembaga, Indonesia diperkirakan akan menjadi magnet baru dalam rantai pasok global bahan baku industri teknologi dan energi.
Outlook 2025: Indonesia di Peta Tambang Dunia
Dengan target produksi emas mencapai 80 ton per tahun dan kapasitas katoda tembaga hingga 1,5 juta ton, Indonesia berada pada titik penting dalam peta industri tambang dunia. Keberhasilan proyek hilirisasi ini akan menentukan sejauh mana negara mampu mewujudkan visinya menjadi pusat industri berbasis sumber daya alam yang mandiri dan berkelanjutan.
Melalui langkah-langkah ini, pemerintah tak hanya mengejar nilai ekonomi, tetapi juga mendorong transformasi industri berbasis teknologi dan sumber daya manusia lokal.
Indonesia memasuki era baru dalam pengelolaan sumber daya tambang, dengan fokus pada hilirisasi dan peningkatan nilai tambah di dalam negeri. Dukungan dari dua smelter emas utama dan visi jangka panjang pemerintah menjadikan produksi 80 ton emas per tahun bukan hanya target realistis, tetapi juga simbol kemajuan industri pertambangan nasional.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.