
JAKARTA - Kebijakan impor Bahan Bakar Minyak (BBM) tambahan bagi stasiun pengisian bahan bakar umum (SPBU) swasta kembali menjadi sorotan.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bahlil Lahadalia menegaskan bahwa mekanisme yang berjalan saat ini bukanlah skema satu pintu, melainkan bentuk kolaborasi yang disesuaikan dengan kondisi pasokan di lapangan.
Pernyataan itu disampaikan Bahlil dalam keterangan resmi, Jumat, 19 September 2025. Ia menekankan bahwa keterlibatan Pertamina dalam proses impor tambahan yang dibutuhkan SPBU swasta seperti Shell, Vivo, British Petroleum (BP), dan Exxon Mobil, bukan berarti pemerintah menutup akses atau memonopoli impor BBM melalui satu pihak saja.
Baca Juga
Penegasan Pemerintah soal Skema Impor
Bahlil menjelaskan, kuota impor BBM sebenarnya sudah ditetapkan dengan porsi 110 persen lebih tinggi dibanding tahun 2024. Dengan demikian, ketersediaan stok seharusnya cukup untuk memenuhi kebutuhan pasar. Namun, dinamika permintaan dan keterbatasan cadangan membuat SPBU swasta membutuhkan pasokan tambahan.
“?Saya ingin menjelaskan bahwa impor ini bukan skema satu pintu. Kuota impornya ini sudah diberikan 110 persen dibandingkan dengan tahun 2024,” ujar Bahlil.
Menurutnya, pengaturan kebijakan impor BBM harus tetap memperhatikan aturan main, termasuk keseimbangan pasokan dan permintaan. Jika tidak dikendalikan, potensi oversupply bisa memengaruhi stabilitas pasar.
“Negara ini ada aturan, harus semuanya sesuai aturan. Pembatasan itu bagian daripada aturan, jangan juga oversupply,” tegasnya.
Alasan Kolaborasi dengan Pertamina
Pemerintah memilih Pertamina sebagai mitra kolaborasi dalam skema impor tambahan ini karena perusahaan pelat merah tersebut memiliki infrastruktur dan pengalaman yang memadai dalam pengelolaan rantai pasok energi. Selain itu, keterlibatan Pertamina dipandang penting untuk menjaga agar distribusi BBM berjalan stabil dan transparan.
“SPBU swasta menyetujui untuk membeli stok BBM tambahan dengan skema impor melalui Pertamina. Mereka setuju, dan memang harus setuju untuk beli, berkolaborasi dengan Pertamina,” jelas Bahlil.
Dengan kolaborasi ini, pemerintah berharap kebutuhan BBM masyarakat tetap terjaga meskipun ada keterbatasan pasokan dari impor langsung oleh SPBU swasta.
Syarat dari SPBU Swasta
Dalam kesepakatan kolaborasi tersebut, SPBU swasta mengajukan beberapa syarat agar mekanisme berjalan adil dan transparan. Pertama, BBM yang dibeli harus merupakan BBM murni (fuel base). Artinya, pencampuran atau blending akan dilakukan langsung di tangki SPBU masing-masing sesuai kebutuhan standar operasional.
Kedua, mereka meminta adanya survei bersama dalam pembelian stok BBM. Hal ini bertujuan memastikan bahwa kualitas dan jumlah pasokan sesuai dengan kesepakatan awal.
Syarat ketiga adalah transparansi harga pembelian. SPBU swasta ingin ada keterbukaan dalam penetapan harga BBM impor tambahan agar tidak terjadi perbedaan mencolok antara Pertamina dan pihak swasta dalam menjual produk ke masyarakat.
Skema Tahun Depan Diatur Lebih Ketat
Bahlil menambahkan bahwa pemerintah akan menyiapkan aturan lebih jelas untuk skema impor BBM tahun mendatang. Pengaturan ini akan disesuaikan dengan pangsa pasar (market share) SPBU swasta. Dengan begitu, pembagian kuota impor bisa lebih terukur sesuai kapasitas masing-masing pemain di industri hilir energi.
“Untuk skema impor tahun depan, pihaknya akan mengatur secara baik, dengan melihat pangsa pasar dari SPBU swasta,” kata Bahlil.
Implikasi bagi Pasar dan Konsumen
Langkah kolaborasi ini diyakini dapat menjaga ketersediaan BBM di tengah meningkatnya kebutuhan masyarakat. Pasokan tambahan melalui Pertamina memberikan jaminan bahwa SPBU swasta tetap bisa melayani konsumen tanpa terganggu masalah keterbatasan impor.
Di sisi lain, adanya transparansi harga dan survei bersama diharapkan mampu mencegah praktik yang merugikan konsumen. Pasar BBM nasional memang sangat sensitif, sehingga setiap gejolak pasokan atau harga bisa berdampak luas terhadap aktivitas ekonomi.
BBM sebagai Komoditas Strategis
Bahlil mengingatkan bahwa BBM adalah cabang industri yang menyangkut hajat hidup orang banyak. Karena itu, pengelolaannya tidak bisa dilepas begitu saja ke mekanisme pasar bebas. Peran negara diperlukan untuk memastikan keseimbangan pasokan, keterjangkauan harga, dan pemerataan distribusi.
“BBM ini menyangkut hajat hidup orang banyak. Oleh karena itu, perlu pengaturan,” ujarnya menegaskan.
Kebijakan impor BBM tambahan lewat Pertamina untuk SPBU swasta bukanlah bentuk monopoli atau skema satu pintu. Pemerintah menekankan bahwa langkah ini merupakan kolaborasi strategis demi menjamin ketersediaan energi bagi masyarakat.
Dengan kuota impor yang sudah meningkat 110 persen dibanding tahun sebelumnya, pemerintah tetap berupaya menghindari oversupply yang bisa mengganggu stabilitas pasar. SPBU swasta pun diberikan ruang untuk tetap beroperasi dengan syarat adanya fuel base, survei bersama, serta transparansi harga.
Ke depan, skema impor akan diatur lebih ketat dengan memperhatikan pangsa pasar, sehingga mekanisme distribusi BBM berjalan lebih adil dan efisien. Dengan cara ini, diharapkan kebutuhan energi nasional dapat terpenuhi sekaligus tetap sesuai dengan aturan yang berlaku.

Mazroh Atul Jannah
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
BMKG Rilis Peringatan Hujan Lebat dan Angin Kencang 22-23 September
- Senin, 22 September 2025
Berita Lainnya
Terpopuler
1.
BMKG Prediksi Cuaca Cerah Berawan dan Hujan Ringan Awal Pekan
- 22 September 2025
2.
VinFast Tawarkan Skema Baterai Murah untuk Mobil Listrik
- 22 September 2025
3.
KMP Jatra II Siap Layani Penyeberangan Nias Sibolga Lagi
- 22 September 2025
4.
DPR Dorong Integrasi Transportasi Modern di Terminal Pondok Cabe
- 22 September 2025
5.
Jadwal dan Syarat Pengambilan Bansos Beras 2025 Terbaru
- 22 September 2025