Aturan Baru Permudah Pengurangan Sanksi Pajak

Aturan Baru Permudah Pengurangan Sanksi Pajak
Aturan Baru Permudah Pengurangan Sanksi Pajak

JAKARTA - Wajib pajak yang mengalami kewajiban administratif atas pajak kini memiliki kesempatan untuk mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak kepada Direktorat Jenderal Pajak (DJP). Hal ini diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 118 Tahun 2024 (PMK 118/2024), yang memberikan pedoman dan mekanisme jelas terkait hak wajib pajak dalam mengajukan permohonan tersebut. Namun, ada syarat utama yang harus dipenuhi, yaitu pelunasan terlebih dahulu terhadap pokok pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi. Selain itu, aturan ini juga mengatur bahwa pembayaran yang dilakukan sebelum pengajuan permohonan akan dihitung secara proporsional antara pokok pajak dan sanksi administratif, yang berdampak pada besaran pokok yang masih harus dibayar dan sisa sanksi yang dapat dikurangkan atau dihapuskan.

Sebelum berlakunya PMK 118/2024, aturan terkait keringanan sanksi administrasi tercantum dalam Peraturan Menteri Keuangan Nomor 8/PMK.03/2013. Dalam aturan lama tersebut, terdapat dua kategori keringanan sanksi administratif. Pertama, keringanan berupa pengurangan sanksi 2 persen yang diberikan apabila masa pengenaan sanksi melebihi 24 bulan, sehingga dikurangi menjadi 24 bulan. Kedua, penghapusan atau pengurangan sanksi di bawah 24 bulan jika disebabkan oleh hal-hal tertentu seperti kesalahan DJP atau kelalaian pihak lain.

Dengan diterapkannya PMK 118/2024, cara perhitungan pengurangan dan penghapusan sanksi mengalami perubahan signifikan. Kini, pengurangan atau penghapusan sanksi administratif tidak lagi bergantung pada jumlah bulan pengenaan sanksi. Ketentuan baru menetapkan bahwa jumlah sanksi yang dapat dikurangkan maksimal adalah sanksi administratif yang tersisa setelah wajib pajak melakukan pembayaran pada bulan sebelum atau bersamaan dengan pengajuan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi tersebut.

Baca Juga

Bank Indonesia Catat Penjualan Eceran Tumbuh Pesat

Dalam pengajuan permohonan ini, ada mekanisme pembayaran yang harus dipahami oleh wajib pajak agar hak mereka dapat terpenuhi dengan optimal. Sesuai Pasal 23 ayat (5) PMK 118/2024, salah satu syarat pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi adalah wajib pajak harus sudah melunasi jumlah pokok pajak yang menjadi dasar pengenaan sanksi tersebut. Sementara itu, Pasal 23 ayat (6) PMK 118/2024 menjelaskan bahwa pembayaran yang dilakukan sebelum pengajuan permohonan, baik terhadap Surat Ketetapan Pajak maupun Surat Tagihan Pajak, akan dihitung secara proporsional sebagai pembayaran pokok dan sanksi. Adapun pembayaran yang dilakukan pada bulan yang sama dengan pengajuan permohonan akan dialokasikan sepenuhnya sebagai pembayaran pokok pajak.

Ketentuan ini menjadi sangat penting untuk diperhatikan oleh wajib pajak agar dapat memperkirakan jumlah pembayaran yang harus dilakukan sebelum mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi. Jika wajib pajak sudah melunasi pokok pajak, barulah mereka dapat memohon pengurangan atas sanksi administratif yang masih tersisa.

Agar lebih jelas, berikut contoh perhitungan yang dapat menggambarkan mekanisme pembayaran dan pengurangan sanksi berdasarkan PMK 118/2024.

Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Z menerbitkan Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) sebesar Rp140.000.000 atas nama PT C. Total jumlah tersebut terdiri dari pokok pajak sebesar Rp100.000.000 dan sanksi administratif sebesar Rp40.000.000. PT C melakukan dua kali pembayaran, yaitu:

Pada tanggal 31 Januari 2025, PT C membayar sebesar Rp50.000.000

Pada tanggal 1 Februari 2025, PT C membayar sebesar Rp70.000.000

Kemudian pada tanggal 3 Februari 2025, PT C mengajukan permohonan pengurangan atau penghapusan sanksi administratif.

Menurut Pasal 23 ayat (6) PMK 118/2024, pembayaran yang dilakukan pada 31 Januari 2025 dihitung secara proporsional antara pokok pajak dan sanksi administratif. Perhitungan proporsionalnya adalah sebagai berikut:

Pokok pajak yang dibayar dihitung dengan rumus:
Rp100.000.000 / Rp140.000.000 × Rp50.000.000 = Rp35.714.285,71
Pembulatan menjadi Rp35.714.286.

Sanksi yang dibayar dihitung dengan rumus:
Rp40.000.000 / Rp140.000.000 × Rp50.000.000 = Rp14.285.714,29
Pembulatan menjadi Rp14.285.714.

Dengan demikian, setelah pembayaran pertama, sisa pokok pajak yang harus dibayar oleh PT C adalah:
Rp100.000.000 - Rp35.714.286 = Rp64.285.714.

Sisa sanksi administrasi yang belum dibayar adalah:
Rp40.000.000 - Rp14.285.714 = Rp25.714.286.

Selanjutnya, pembayaran sebesar Rp70.000.000 yang dilakukan pada tanggal 1 Februari 2025, yakni di bulan yang sama dengan pengajuan permohonan pengurangan sanksi, dialokasikan sepenuhnya untuk melunasi pokok pajak. Jika pembayaran tersebut melebihi sisa pokok pajak, kelebihan akan digunakan untuk mengurangi sanksi administratif yang masih tersisa.

Dalam kasus ini, pembayaran sebesar Rp70.000.000 akan terlebih dahulu menutupi sisa pokok pajak sebesar Rp64.285.714. Kelebihan pembayaran sebesar Rp5.714.286 kemudian dialokasikan untuk mengurangi sanksi administratif.

Artinya, sanksi administratif yang dapat dikurangkan adalah:
Rp40.000.000 (sanksi awal) - Rp14.285.714 (sanksi yang telah dibayar proporsional) - Rp5.714.286 (kelebihan pembayaran yang dialokasikan ke sanksi) = Rp20.000.000.

Contoh perhitungan ini memperlihatkan pentingnya pemahaman mengenai mekanisme pembayaran proporsional dan alokasi pembayaran dalam proses pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi pajak. Wajib pajak harus memastikan pokok pajak telah lunas agar permohonan pengurangan sanksi dapat diproses sesuai ketentuan.

Dengan adanya aturan baru ini, proses pengajuan pengurangan atau penghapusan sanksi administrasi pajak menjadi lebih transparan dan terukur. Wajib pajak pun memiliki panduan jelas tentang kewajiban dan hak mereka dalam menyelesaikan tunggakan pajak secara bertahap, sekaligus memanfaatkan keringanan sanksi yang tersedia. Selain itu, aturan ini mendorong wajib pajak agar lebih cepat melunasi pokok pajak sehingga dapat mengurangi beban sanksi administratif.

Pengaturan ini diharapkan mampu menciptakan suasana yang kondusif bagi peningkatan kepatuhan pajak dan memperbaiki hubungan antara wajib pajak dan otoritas pajak. Dengan adanya kesempatan untuk mengajukan pengurangan atau penghapusan sanksi dengan mekanisme yang jelas, diharapkan wajib pajak terdorong untuk segera menyelesaikan kewajiban pajak dan mengurangi potensi tunggakan yang berlarut-larut.

Pada akhirnya, kepatuhan pajak yang lebih baik akan mendukung peningkatan penerimaan negara yang berkelanjutan dan mendukung pembangunan nasional secara menyeluruh.

Sindi

Sindi

navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.

Rekomendasi

Berita Lainnya

Cara Mudah Nikmati Diskon Listrik PLN Agustus 2025

Cara Mudah Nikmati Diskon Listrik PLN Agustus 2025

Harga Gas LPG Stabil, Masyarakat Lebih Sejahtera

Harga Gas LPG Stabil, Masyarakat Lebih Sejahtera

Cadangan Batu Bara Jadi Kunci Energi Nasional

Cadangan Batu Bara Jadi Kunci Energi Nasional

Kolaborasi Swedia Indonesia Percepat Pertambangan Digital

Kolaborasi Swedia Indonesia Percepat Pertambangan Digital

Dorongan Baterai Nikel Butuh Kajian Ekonomi Mendalam

Dorongan Baterai Nikel Butuh Kajian Ekonomi Mendalam