
JAKARTA - Setiap tahun, hasil Asesmen Nasional menunjukkan tantangan besar dalam literasi di sekolah-sekolah Indonesia. Skor rendah dan posisi buruk dalam peringkat internasional sudah menjadi gambaran yang hampir tidak berubah. Namun, jika upaya perbaikan hanya terfokus di ruang kelas tanpa menyentuh lingkungan rumah dan masyarakat, maka perbaikan dalam rapor pendidikan akan tetap menjadi angka di atas kertas, bukan perubahan nyata di lapangan.
Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi mengadakan Asesmen Nasional Berbasis Komputer (ANBK) sebagai alat memotret kualitas pendidikan secara menyeluruh. ANBK terdiri atas Asesmen Kompetensi Minimum (AKM), Survei Karakter, dan Survei Lingkungan Belajar (SuLingJar). Ketiganya bersama-sama mengukur kemampuan siswa dalam literasi dan numerasi, karakter, serta kondisi belajar di sekolah.
Meski begitu, rendahnya nilai literasi kerap ditemukan tidak hanya di sekolah dengan fasilitas minim, tetapi juga di sekolah perkotaan yang lengkap. Hal ini memperlihatkan bahwa faktor penyebab literasi rendah tak hanya berkaitan dengan sarana di sekolah. Sejak lama, Ki Hadjar Dewantara menegaskan pentingnya tripusat pendidikan: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Jika hanya sekolah yang dibenahi tanpa peran keluarga dan masyarakat, hasilnya akan kurang optimal.
Baca Juga
Peran Keluarga dalam Membentuk Kebiasaan Membaca
Keluarga adalah fondasi utama pendidikan. Rumah adalah sekolah pertama, dan orangtua adalah guru pertama anak. Oleh karena itu, membangun kebiasaan membaca sebaiknya dimulai sejak dini di lingkungan keluarga. Membacakan cerita secara konsisten pada anak kecil dapat menanamkan nilai positif dan memperkuat ikatan dengan buku, yang berperan penting dalam perkembangan literasi anak.
Teori perkembangan membaca menegaskan pentingnya pengenalan buku sejak usia 0-6 tahun (fase pramembaca). Pada masa ini, interaksi dengan buku dan cerita memperkuat dasar kognitif dan bahasa anak, meski mereka belum mampu membaca sendiri. Fase ini menentukan bagaimana anak akan mengenal huruf, kata, dan simbol secara bertahap.
Ketika anak memasuki usia sekolah (6-7 tahun), mereka memasuki fase membaca awal atau decoding, di mana anak mulai memahami hubungan antara huruf dan bunyi serta makna kata. Keberhasilan pada tahap ini akan mengantarkan anak ke fase berikutnya, yakni fase konfirmasi dan kefasihan (7-8 tahun), di mana mereka semakin lancar membaca dan mulai penasaran dengan isi bacaan. Orangtua dan sekolah berperan menyediakan bacaan yang menarik dan sesuai minat anak agar minat baca tetap terjaga.
Peran Sekolah dan Masyarakat dalam Mendukung Literasi
Lingkungan sekolah menjadi faktor utama dalam meneruskan kebiasaan membaca. Sekolah harus bersinergi dengan keluarga untuk menjaga dan mengembangkan minat baca anak. Kegiatan seperti membaca nyaring dan bercerita sangat efektif untuk memperkaya kosakata dan meningkatkan pemahaman.
Perpustakaan sekolah menjadi tempat strategis yang menyediakan ragam bacaan sesuai tahap perkembangan anak. Anak usia 9-14 tahun, yang masuk fase membaca untuk belajar, memerlukan akses ke berbagai sumber informasi untuk memenuhi rasa ingin tahu mereka. Sedangkan remaja usia 15-17 tahun pada fase perspektif ganda harus didorong untuk mampu membaca kritis dan berdiskusi dari berbagai sudut pandang.
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam mendukung budaya literasi. Lingkungan sosial yang menyediakan ruang baca publik, memberi contoh membaca, dan memotivasi interaksi dengan bacaan akan memperkuat kebiasaan membaca di kalangan generasi muda. Sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat menjadi kunci utama untuk membangun budaya literasi yang kuat.
Literasi dan Rapor Pendidikan: Hasil Sinergi Tiga Pusat Pendidikan
Keberhasilan literasi akan tercermin pada nilai rapor pendidikan sekolah yang menunjukkan kemajuan kemampuan membaca siswa. Namun, peningkatan tersebut bukan hanya kerja keras sekolah, melainkan buah kerja sama tiga pusat pendidikan: sekolah, keluarga, dan masyarakat. Tanpa sinergi ini, rapor pendidikan hanyalah dokumen formal tanpa makna perubahan.
Untuk menjadikan rapor pendidikan sebagai peta jalan perbaikan pendidikan nasional, semua pihak harus berperan aktif. Pembenahan di sekolah harus disertai dukungan dari keluarga dan masyarakat agar proses belajar membaca dapat berjalan secara holistik dan berkelanjutan.
Membangun Masa Depan dengan Literasi
Membangun budaya membaca sejak dini dan menjaga kebiasaan tersebut sepanjang masa sekolah sangat penting untuk meningkatkan mutu pendidikan. Sinergi antara sekolah, keluarga, dan masyarakat akan menciptakan ekosistem belajar yang kondusif bagi tumbuh kembang literasi anak-anak Indonesia.
Dengan kebiasaan membaca yang baik dan dukungan menyeluruh dari berbagai pihak, rapor pendidikan dapat berubah menjadi cerminan kualitas nyata pendidikan bangsa. Literasi bukan hanya keterampilan dasar, tapi pondasi bagi kemajuan masyarakat dan negara di masa depan.

Sindi
navigasi.co.id adalah media online yang menyajikan berita sektor energi dan umum secara lengkap, akurat, dan tepercaya.
Rekomendasi
Jadwal Pelni KM Lambelu: Berlayar dari Palu ke Balikpapan Agustus Ini
- Senin, 11 Agustus 2025
Berita Lainnya
Jadwal Pelni KM Lambelu: Berlayar dari Palu ke Balikpapan Agustus Ini
- Senin, 11 Agustus 2025
Diskon Tiket KAI 20 Persen untuk HUT RI, Simak Syarat dan Cara Pesannya
- Senin, 11 Agustus 2025
Terpopuler
1.
Cara Mudah Cek Nomor BPJS Ketenagakerjaan Saat Kartu Hilang
- 11 Agustus 2025
2.
OJK: Pasar Modal Kunci Pertumbuhan Ekonomi RI
- 11 Agustus 2025
3.
Pelni KM Bukit Raya: Jadwal Terbaru Agustus 2025
- 11 Agustus 2025
4.
Liga Inggris Pekan Ini: Man United vs Arsenal
- 11 Agustus 2025
5.
Matricardi Ungkap Perbedaan Liga Indonesia Kini
- 11 Agustus 2025