JAKARTA - Kebijakan tarif nol persen untuk produk impor dari Amerika Serikat ke Indonesia dinilai akan membawa dampak langsung terhadap harga kebutuhan pokok, terutama energi dan pangan. Kebijakan ini merupakan hasil dari negosiasi antara pemerintah Indonesia dengan Amerika Serikat, yang menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati akan membuka akses lebih luas terhadap komoditas penting dengan harga lebih terjangkau.
Dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) yang digelar di kantor Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) pada Senin, 28 Juli 2025, Sri Mulyani menyampaikan bahwa impor produk AS tanpa bea masuk (0%) memungkinkan harga minyak dan gas (migas), serta bahan pangan dari AS, menjadi lebih murah di pasar domestik.
"Di sisi lain impor dengan tarif 0% atas produk AS diperkirakan mendorong harga produk migas dan pangan Indonesia lebih rendah," ujar Sri Mulyani dalam pernyataan resminya.
- Baca Juga Cara Menonaktifkan BPJS Ketenagakerjaan
Hasil Negosiasi Tarif Dagang Bilateral
Kebijakan ini merupakan bagian dari perubahan tarif resiprokal antara Indonesia dan Amerika Serikat yang sebelumnya dikenakan tarif tinggi. Pada April 2025, Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif 32% terhadap barang dari Indonesia yang masuk ke pasar AS. Namun, setelah serangkaian perundingan bilateral, angka tersebut berhasil ditekan menjadi 19%, sementara barang impor dari AS ke Indonesia mendapatkan tarif 0%.
Sri Mulyani menyebut bahwa keberhasilan dalam menurunkan tarif ekspor Indonesia ke AS juga akan berdampak besar pada sektor-sektor industri yang menyerap banyak tenaga kerja, seperti tekstil, alas kaki, dan furniture. Hal ini akan memperkuat posisi Indonesia di pasar global sekaligus meningkatkan kinerja ekspor non-migas.
"Penurunan tarif ekspor Indonesia ke AS akan mendorong sektor padat karya seperti tekstil, alas kaki, serta furniture," jelasnya.
Kesepakatan Energi Bernilai Triliunan Rupiah
Langkah diplomatik ini bukan hanya mencakup penghapusan tarif, tetapi juga disertai dengan komitmen perdagangan energi. Sebagai bagian dari paket kebijakan yang disepakati, Indonesia setuju untuk mengimpor produk energi asal AS dengan nilai mencapai US$15 miliar, atau setara Rp244 triliun (kurs Rp16.290/US$).
Presiden AS Donald Trump menjelaskan bahwa kesepakatan ini merupakan bagian dari agenda besar untuk memperluas hubungan ekonomi antara kedua negara.
"Mereka akan membayar 19% dan kami tidak akan membayar apapun. Kami kini memiliki akses penuh ke Indonesia, dan beberapa kesepakatan energi besar akan diumumkan," ujar Trump dalam pernyataan yang dikutip dari Reuters, Selasa, 15 Juli 2025.
Adapun komoditas energi yang akan diimpor Indonesia meliputi:
Minyak mentah (crude oil) untuk kilang di Balikpapan dan Cilacap
Gas alam cair (LNG) untuk pembangkit listrik Jawa 1
Batu bara metalurgi untuk industri baja domestik
Hydrocarbon gas liquids untuk industri petrokimia dan sektor listrik
Energi AS Gantikan Pemasok Lama
Langkah ini juga mencerminkan pergeseran dalam peta sumber energi Indonesia. Berdasarkan data dari U.S. Energy Information Administration (EIA), konsumsi energi primer Indonesia pada tahun 2023 mencapai 10,5 kuadriliun British thermal units (Btu), tumbuh 16% dalam 10 tahun terakhir.
Peningkatan ini didorong oleh naiknya kebutuhan listrik nasional, pertumbuhan kelas menengah, serta proses transisi energi yang belum sepenuhnya meninggalkan ketergantungan pada energi fosil.
Untuk memenuhi kebutuhan tersebut, Indonesia mengimpor sekitar 236.000 barel minyak mentah per hari, dan Amerika mulai menyalip peran negara pemasok lama seperti Arab Saudi. Selain itu, LNG dari AS juga semakin dominan karena penurunan produksi gas dalam negeri.
AS Jadi Mitra Energi Strategis
Dalam periode 2020–2024, ekspor energi AS ke Indonesia tercatat rata-rata hampir US$3 miliar per tahun, yang terdiri dari minyak mentah, LNG, dan batu bara metalurgi. Kini, dengan tarif 0%, volume perdagangan tersebut diproyeksikan meningkat hingga 50%, terutama untuk memenuhi permintaan dari industri strategis.
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) memperkirakan bahwa produk energi dari AS akan membantu menjaga pasokan dalam negeri tetap aman dan stabil dalam jangka menengah.
Selain itu, harga yang lebih bersaing juga membuka peluang bagi pelaku industri nasional untuk menekan biaya produksi, terutama di sektor baja, petrokimia, dan kelistrikan.
Peluang bagi Stabilitas Ekonomi Domestik
Bagi pemerintah, tarif impor nol persen dari AS ini tak hanya mencerminkan keberhasilan negosiasi, tapi juga membuka peluang menjaga stabilitas ekonomi nasional di tengah ketidakpastian global.
Dengan harga pangan dan energi yang cenderung stabil atau bahkan turun, pemerintah memiliki ruang lebih luas untuk mengendalikan inflasi dan mendukung daya beli masyarakat.
Hal ini juga berpotensi memperkuat posisi fiskal, mengurangi subsidi energi, dan memperbesar ruang anggaran untuk pembangunan prioritas lainnya.
Langkah strategis Indonesia dalam merundingkan penghapusan tarif impor produk AS memberikan manfaat nyata bagi perekonomian nasional. Selain memperkuat ekspor sektor padat karya, kesepakatan ini juga membuka jalan bagi penurunan harga energi dan pangan. Dengan kerja sama dagang yang lebih terbuka, Indonesia kini berada dalam posisi yang lebih kuat untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri secara efisien, kompetitif, dan berkelanjutan.