JAKARTA - Ketangguhan pelayanan transportasi laut kembali diuji oleh kondisi cuaca ekstrem yang melanda perairan Selat Bali. Pelabuhan Gilimanuk di Kabupaten Jembrana, Bali, harus menjalankan sistem buka-tutup penyeberangan akibat angin kencang dan gelombang tinggi yang membahayakan keselamatan pelayaran.
Kondisi ini menyebabkan terganggunya aktivitas penyeberangan kapal dari Gilimanuk ke Pelabuhan Ketapang di Banyuwangi, Jawa Timur. Tidak hanya berdampak pada jadwal pelayaran, tetapi juga memicu kemacetan panjang kendaraan, terutama truk dan bus, yang mengantre di sekitar pelabuhan.
Informasi dari lapangan menyebutkan bahwa penutupan pertama dilakukan pada Selasa dini hari, tepat pukul 00.28 Wita. Penutupan tersebut dilakukan demi menjamin keselamatan kapal dan penumpang karena cuaca yang tidak bersahabat.
- Baca Juga Cara Menonaktifkan BPJS Ketenagakerjaan
Setelah kurang lebih satu setengah jam, penyeberangan sempat dibuka kembali pada pukul 02.05 Wita. Namun, kondisi cuaca yang belum sepenuhnya stabil menyebabkan penundaan layanan kembali terjadi beberapa jam kemudian.
Penutupan Kedua Lebih Lama, Antrean Mengular
Penutupan kedua berlangsung pada pukul 09.27 Wita, dan kali ini berlangsung lebih lama dibandingkan penutupan pertama. Layanan penyeberangan baru kembali dibuka sekitar pukul 13.35 Wita, atau sekitar empat jam lebih sejak penutupan dilakukan.
Kondisi ini turut dibenarkan oleh Komandan Pos TNI AL (Danposal) Gilimanuk, Letda Laut Bayu Pato. Ia menegaskan bahwa tindakan buka-tutup penyeberangan dilakukan semata-mata karena faktor cuaca yang kurang mendukung untuk keselamatan pelayaran.
“Buka-tutup karena cuaca kurang baik,” ucap Letda Bayu saat dikonfirmasi.
Letda Bayu juga turut memantau secara langsung kondisi di lapangan, termasuk mengawasi arus kendaraan yang mengantre di sekitar pelabuhan.
Penutupan penyeberangan berdampak langsung pada penumpukan kendaraan. Antrean truk dan bus sempat mencapai area depan Pasar Umum Gilimanuk, yang berjarak sekitar 700 meter dari pintu tol gate pelabuhan. Suasana ini menimbulkan kepadatan lalu lintas yang cukup signifikan di sepanjang jalan menuju pelabuhan.
Arus Kendaraan Perlahan Terurai Usai Dibuka
Setelah penyeberangan kembali dibuka pada siang harinya, arus kendaraan yang sempat mengular di luar pelabuhan perlahan mulai terurai. Meski demikian, volume kendaraan yang masih tertahan di dalam kawasan pelabuhan tetap terpantau cukup padat hingga sore hari.
"Sudah mulai terurai. Tapi truk-truk masih cukup padat di area pelabuhan," ujar Letda Bayu.
Kondisi ini menunjukkan bahwa meski sistem buka-tutup penyeberangan merupakan langkah yang perlu diambil dalam situasi darurat, dampak logistik dan operasionalnya tetap harus diantisipasi secara cermat. Penumpukan kendaraan tidak hanya mengganggu kenyamanan pengguna jasa, tetapi juga berpotensi menyebabkan keterlambatan pengiriman logistik lintas pulau.
Kesiapsiagaan dan Koordinasi Jadi Kunci
Cuaca ekstrem memang bukan hal baru bagi kawasan perairan Selat Bali. Namun, frekuensi dan durasi gangguan yang terjadi menuntut peningkatan kesiapsiagaan dari seluruh pemangku kepentingan. Koordinasi antara pihak pelabuhan, aparat keamanan, hingga operator kapal menjadi kunci dalam menjaga kelancaran dan keselamatan pelayaran.
Langkah buka-tutup penyeberangan dinilai sebagai tindakan responsif yang tepat di tengah ancaman keselamatan pelayaran. Akan tetapi, sistem ini juga menuntut kesiapan logistik dan komunikasi yang efisien, agar dampaknya terhadap pengguna jasa dan kendaraan logistik dapat diminimalisir.
Situasi seperti ini juga menjadi pengingat bahwa infrastruktur pendukung di sekitar pelabuhan perlu ditingkatkan, baik dari segi lahan parkir buffer zone, sistem informasi antrean, hingga pemantauan cuaca yang lebih presisi. Peningkatan sistem peringatan dini dan penyampaian informasi real-time kepada masyarakat pengguna jasa pelabuhan sangat diperlukan untuk mengurangi ketidakpastian.
Perlu Penanganan Jangka Panjang
Dengan terus terjadinya perubahan iklim yang menimbulkan cuaca ekstrem di berbagai wilayah, sudah saatnya penanganan terhadap kondisi seperti ini tidak hanya bersifat jangka pendek. Penataan kawasan pelabuhan, penambahan jalur antrean, hingga pengaturan waktu operasional kapal perlu terus dievaluasi dan ditingkatkan.
Bagi masyarakat dan pengemudi kendaraan, kesabaran dan kesiapan menjadi hal penting dalam menghadapi kondisi tak terduga. Pelayanan informasi yang cepat dan akurat menjadi kebutuhan mutlak agar pengguna jasa dapat merencanakan perjalanan secara lebih baik.
Meskipun cuaca merupakan faktor alam yang tidak bisa dikendalikan, kesiapan dalam merespons dan menanggulangi dampaknya adalah hal yang sepenuhnya bisa diatur manusia. Situasi pada Selasa itu menjadi pengingat akan pentingnya kolaborasi antara institusi, aparat, dan masyarakat untuk menjaga keselamatan dan kelancaran mobilitas di jalur vital seperti Selat Bali.