Bali Siap Capai 100 Persen Energi Terbarukan 2045

Selasa, 15 Juli 2025 | 14:05:42 WIB
Bali Siap Capai 100 Persen Energi Terbarukan 2045

JAKARTA - Bali sedang mempersiapkan diri untuk mencapai target ambisius yakni 100 persen energi terbarukan dan nol emisi karbon pada tahun 2045. Upaya besar ini bukan hanya sekadar janji, melainkan langkah nyata yang didukung oleh pemerintah daerah, lembaga riset, dan berbagai organisasi masyarakat. Fokus utama adalah kemandirian energi sekaligus pengurangan polusi udara, tanah, dan air yang semakin menjadi perhatian penting di tengah berkembangnya aktivitas ekonomi dan pariwisata di pulau Dewata.

Mengacu pada filosofi hidup lokal Nangun Sat Kerthi Loka Bali yang menekankan keharmonisan antara manusia dan alam, Pemerintah Provinsi Bali bersama Institute for Essential Services Reform (IESR) resmi mendeklarasikan komitmen Bali menuju net-zero emission (NZE) atau emisi nol bersih. Deklarasi ini bukan hanya simbolik, melainkan bagian dari strategi terstruktur yang telah disusun secara matang. Selain pemerintah daerah dan IESR, Koalisi Bali Emisi Nol Bersih yang melibatkan sejumlah organisasi masyarakat sipil dan lembaga filantropi turut bergerak bersama mewujudkan target tersebut.

Salah satu tonggak penting yang telah dicapai adalah penerbitan Peta Jalan Nusa Penida yang mengarah pada 100 persen energi terbarukan pada tahun 2030. Selanjutnya, Peta Jalan Bali Emisi Nol Bersih 2045 untuk sektor ketenagalistrikan telah dirilis untuk menjadi panduan sistematis dalam mengubah struktur pasokan listrik Bali agar sepenuhnya berasal dari sumber energi bersih. Peluncuran peta jalan ini dilakukan di Sanur, menandai momentum penting dalam sejarah energi Bali.

Bali saat ini didukung oleh pembangkit listrik berkapasitas total sekitar 1.500 MW, dengan daya output sekitar 1.400 MW. Beban puncak listrik yang terus meningkat seiring pertumbuhan ekonomi dan pariwisata kini sudah mencapai sekitar 1.200 MW. Dengan pertumbuhan kebutuhan listrik tahunan mencapai 7-8 persen, Bali menghadapi tantangan besar terkait ketahanan energi. Risiko krisis listrik sangat mungkin terjadi karena cadangan daya yang kurang dari 30 persen, terutama saat pembangkit mengalami perbaikan atau gangguan operasional.

Dalam kesempatan peluncuran peta jalan tersebut, Kepala Dinas Ketenagakerjaan dan Energi Sumber Daya Mineral mewakili Gubernur Bali menegaskan bahwa kemandirian energi adalah hal yang mutlak demi menjaga ketahanan dan keandalan sistem kelistrikan di Bali. Ketahanan ini sangat krusial untuk menopang sektor-sektor strategis, khususnya pariwisata dan ekonomi kreatif yang menjadi tulang punggung perekonomian daerah. Peta Jalan Bali NZE 2045 sektor ketenagalistrikan dianggap sebagai langkah strategis yang penting untuk memastikan transisi energi Bali berjalan terarah dan terukur.

Gubernur Bali berharap peta jalan ini dapat menjadi acuan bagi pemerintah provinsi, kabupaten, serta seluruh pemangku kepentingan dalam mengimplementasikan energi bersih. Selain sebagai bagian dari upaya mitigasi perubahan iklim, peta jalan tersebut juga diharapkan mempercepat kemandirian energi Bali dengan mengoptimalkan potensi energi terbarukan yang dimiliki.

Menurut Fabby Tumiwa, CEO IESR, Bali memiliki peluang luar biasa untuk menjadi provinsi pertama di Indonesia yang sepenuhnya menggunakan energi terbarukan, bahkan lebih cepat 15 tahun dibandingkan target nasional yang ditetapkan pada 2060. Dengan komitmen yang kuat, kebijakan yang tepat, dan konsistensi, Bali bisa merealisasikan perubahan signifikan dalam lima tahun ke depan.

Fabby juga menjelaskan bahwa sistem ketenagalistrikan yang andal dan rendah karbon akan memberikan nilai tambah bagi Bali. Pulau ini tidak hanya dikenal sebagai destinasi wisata utama baik domestik maupun mancanegara, tetapi juga dapat menjadi inspirasi bagi banyak pulau lain di Indonesia untuk bertransformasi menuju sistem kelistrikan yang lebih bersih dan berkelanjutan.

Dia mengajak seluruh warga dan pemangku kepentingan di tingkat provinsi maupun kabupaten untuk menjadikan energi bersih sebagai fondasi utama dalam perencanaan pembangunan hijau di Bali. Gagasan “Bali Mandiri Energi” yang digagas Gubernur lewat program PLTS atap perlu didukung dan dijalankan secara konsisten agar memberikan dampak luas bagi masyarakat dan lingkungan.

Tidak hanya pemerintah daerah, Fabby menekankan pentingnya peran PLN sebagai penyedia listrik dalam mendukung visi Bali 100 persen energi terbarukan. PLN diharapkan dapat menyelaraskan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) dengan visi Bali NZE, mempercepat pengembangan pembangkit energi terbarukan, modernisasi jaringan listrik, penerapan jaringan pintar (smart grid), dan integrasi teknologi penyimpanan energi. Kerja sama dengan pengembang energi hijau juga sangat krusial.

Dukungan dari pemerintah pusat, seperti Kementerian ESDM, Kementerian Dalam Negeri, Kementerian Keuangan, Bappenas, dan Danantara juga menjadi faktor penting. Mereka diharapkan dapat memberikan dukungan kebijakan, insentif, dan pendanaan yang memadai untuk mempercepat pengembangan energi terbarukan di Bali.

Kajian IESR menunjukkan bahwa saat ini Bali masih sangat bergantung pada energi fosil. Dari total kapasitas pembangkit listrik sekitar 1.461 MW, sekitar 76 persen berasal dari bahan bakar fosil, terutama gas dengan kapasitas 688 MW dan batu bara 380 MW. Kondisi ini jelas bertentangan dengan target jangka panjang Bali yang ingin beralih sepenuhnya ke energi terbarukan.

Namun, Bali memiliki potensi energi terbarukan yang luar biasa besar, mencapai 22,04 GW. Potensi terbesar berasal dari tenaga surya sebesar 21 GW, diikuti energi angin 515 MW dan panas bumi 127 MW. Bila dimanfaatkan secara optimal, potensi ini bisa memenuhi kebutuhan listrik yang diperkirakan mencapai 44,71 TWh pada tahun 2045, seluruhnya berasal dari sumber energi bersih.

Rencana perjalanan Bali menuju 100 persen energi terbarukan dibagi dalam empat tahapan periode. Pada periode 2025-2029, Bali menargetkan penerapan energi terbarukan sebesar 1,5 GW dari berbagai sumber seperti surya, biomassa, minihidro, sampah, dan angin, dengan potensi pengurangan emisi sekitar 2,8 juta ton karbon dioksida. Kebutuhan investasi di periode ini mencapai USD 5,8 miliar.

Tahap berikutnya 2030-2034 menuntut penambahan kapasitas energi terbarukan sebesar 1,4 GW dan penyimpanan energi sebesar 400 MWh, dengan estimasi investasi USD 1,7 miliar. Periode 2035-2039 membutuhkan kapasitas tambahan 1,24 GW, investasi antara USD 1,76 hingga 4,76 miliar, serta potensi penurunan emisi hingga 9 juta ton karbon dioksida.

Pada tahap akhir 2040-2045, Bali membutuhkan tambahan kapasitas energi terbarukan hingga 17 GW dan penyimpanan energi 54 GWh, dengan investasi mencapai USD 35 miliar. Investasi besar ini diharapkan menjadi modal penting merealisasikan Bali sebagai pulau energi bersih.

Untuk mempercepat proses tersebut, IESR merekomendasikan lima strategi utama: pertama, formalisasi peta jalan melalui kebijakan daerah dan dokumen perencanaan; kedua, optimalisasi mekanisme pengadaan energi terbarukan dan perluasan pembangunan PLTS atap; ketiga, peningkatan kapasitas lokal melalui pelatihan dan riset; keempat, penyusunan regulasi dan uji coba teknologi baru; kelima, meningkatkan partisipasi masyarakat dengan mendorong inisiatif energi terbarukan di desa dan komunitas.

Dengan segala potensi, komitmen, dan dukungan yang ada, Bali siap memimpin Indonesia dalam transisi energi bersih, mengukir masa depan yang lebih hijau, mandiri, dan berkelanjutan. Langkah ini bukan hanya penting bagi Bali, tetapi juga menjadi inspirasi nasional untuk menghadapi tantangan perubahan iklim global.

Terkini