JAKARTA - Indonesia terus memantapkan langkah strategis dalam membangun ekosistem kendaraan listrik (EV) dengan mempercepat hilirisasi komoditas unggulan: nikel. Upaya ini tidak sekadar menjadi agenda industrialisasi, tetapi juga menjadi batu loncatan untuk menciptakan lompatan ekonomi.
Puncak dari strategi tersebut ditandai melalui peletakan batu pertama pembangunan pabrik baterai kendaraan listrik terintegrasi terbesar di Asia Tenggara yang dilakukan oleh Presiden Prabowo Subianto di Karawang, Jawa Barat. Pabrik ini digadang-gadang menjadi tulang punggung industri baterai nasional sekaligus penanda babak baru Indonesia dalam rantai pasok global EV.
Hilirisasi Tingkatkan Nilai Tambah hingga Puluhan Kali Lipat
Menurut Direktur Hubungan Kelembagaan Indonesia Battery Corporation (IBC), Reynaldi Istanto, hilirisasi nikel menjadi salah satu langkah paling signifikan dalam menciptakan nilai tambah terhadap sumber daya alam.
Dalam sebuah tayangan televisi, Reynaldi mengungkapkan bahwa jika dibandingkan dengan penjualan nikel mentah, pengolahan nikel menjadi baterai mampu meningkatkan nilai ekonomi hingga 67 kali lipat. Angka ini menunjukkan potensi luar biasa yang bisa diraih Indonesia dengan tidak lagi bergantung pada ekspor bahan mentah.
“Hilirisasi ini bukan sekadar industrialisasi, tapi juga bukti bahwa Indonesia mampu naik kelas dari sekadar pasar menjadi pemain utama dalam ekosistem EV global,” ujar Reynaldi.
Transformasi ini sekaligus memperlihatkan arah baru pembangunan industri nasional yang berbasis pada penguatan sektor hilir, di mana nilai dan penguasaan teknologi menjadi penentu daya saing jangka panjang.
Fasilitas Baterai EV Skala Raksasa Siap Beroperasi
Pabrik yang dibangun oleh konsorsium termasuk IBC ini dirancang untuk beroperasi dalam beberapa tahap. Pada tahap pertama, yang dijadwalkan mulai berjalan pada Juni 2026, kapasitas produksi pabrik akan mencapai 6,9 gigawatt jam (GWh).
Kapasitas sebesar ini cukup untuk memenuhi kebutuhan produksi 100 ribu unit mobil listrik. Dalam jangka lima tahun ke depan, kapasitasnya ditargetkan meningkat menjadi 15 GWh, atau setara dengan kebutuhan 200 ribu mobil listrik per tahun.
Peningkatan kapasitas ini menempatkan Indonesia sebagai salah satu pusat produksi baterai EV di Asia Tenggara, dan membuka peluang untuk menjadi bagian penting dari rantai pasok global.
Strategi Nasional Menuju Kemandirian Industri
Langkah ini tidak bisa dilepaskan dari visi Presiden Prabowo dalam Asta Cita, khususnya pada poin kelima, yaitu menciptakan nilai tambah melalui pengolahan sumber daya dalam negeri.
Dengan potensi besar pada sumber daya nikel dan logam strategis lainnya, Indonesia diarahkan tidak hanya sebagai penghasil bahan mentah, tetapi menjadi produsen utama komponen penting kendaraan listrik dunia.
Reynaldi menekankan bahwa baterai menyumbang sekitar 35 persen dari total nilai komponen dalam satu unit kendaraan listrik. Oleh karena itu, penguasaan atas sektor baterai berarti penguasaan atas arah industri kendaraan listrik global.
“Dengan kontribusi 35% dari total komponen EV, baterai adalah bagian paling strategis. Jika kita bisa kuasai ini, kita bisa kuasai industri kendaraan listrik dunia,” jelasnya.
Dampak Sosial Ekonomi: Tenaga Kerja dan Transfer Teknologi
Dampak hilirisasi nikel tidak hanya terbatas pada aspek ekonomi makro, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan pemberdayaan tenaga kerja nasional. Proyek pembangunan dan pengoperasian pabrik baterai ini diperkirakan akan menyerap sekitar 8.500 tenaga kerja langsung.
Tak hanya itu, terdapat pula potensi penyerapan hingga 35.000 tenaga kerja tidak langsung dari sektor pendukung seperti logistik, konstruksi, hingga industri komponen pendukung lainnya.
Dalam rangka memperkuat penguasaan teknologi, IBC juga telah mengirimkan 100 teknisi Indonesia ke Tiongkok. Mereka menjalani pelatihan intensif sebagai bagian dari strategi transfer teknologi. Hal ini menunjukkan komitmen untuk tidak hanya membangun industri, tetapi juga membangun kapasitas sumber daya manusia nasional.
Menuju Masa Depan Energi yang Berkelanjutan
Keberadaan industri baterai yang kuat akan menjadi salah satu fondasi dalam perjalanan Indonesia menuju masa depan energi yang lebih bersih dan berkelanjutan. Kendaraan listrik yang menggunakan baterai berbasis nikel dari dalam negeri juga dipandang sebagai solusi untuk mengurangi emisi karbon dan mendukung target transisi energi.
Dengan membangun industri baterai dari hulu ke hilir, Indonesia tidak hanya menciptakan nilai tambah, tetapi juga memberikan kontribusi nyata dalam upaya global menekan dampak perubahan iklim.
Langkah Indonesia ini juga menjadi sinyal kuat bahwa negara-negara berkembang dapat mengambil peran utama dalam industri teknologi tinggi, asalkan memiliki visi yang terarah dan strategi pembangunan yang konsisten.
Hilirisasi Jadi Pilar Ekonomi Baru
Langkah pembangunan pabrik baterai EV di Karawang menjadi simbol penting transformasi ekonomi Indonesia. Hilirisasi nikel menjadi jantung dari strategi besar untuk meningkatkan nilai tambah, menciptakan lapangan kerja, menguasai teknologi, dan memperkuat kemandirian industri nasional.
Dengan potensi peningkatan nilai hingga 67 kali lipat, hilirisasi nikel bukan hanya soal pengolahan logam, tetapi tentang bagaimana Indonesia membangun masa depan ekonominya.
Kolaborasi pemerintah dan industri melalui proyek ini menunjukkan bahwa arah pembangunan tidak lagi berbasis pada ekspor mentah, melainkan pada penguasaan teknologi dan penciptaan produk bernilai tinggi langkah nyata untuk menjadikan Indonesia pemain kunci dalam ekonomi global berbasis energi bersih.