JAKARTA - Industri asuransi kendaraan bermotor di wilayah Asia Pasifik diprediksi mengalami perkembangan signifikan selama beberapa tahun ke depan. Dengan proyeksi pertumbuhan tahunan gabungan sebesar 5,6 persen dari tahun 2024 hingga 2029, pasar asuransi kendaraan di kawasan ini menunjukkan potensi yang sangat menjanjikan. Nilai premi bruto yang diperkirakan mencapai US$229,2 miliar pada tahun awal periode tersebut diperkirakan meningkat menjadi US$301,7 miliar lima tahun kemudian.
Kenaikan ini didorong oleh sejumlah faktor kunci yang saling berkontribusi secara sinergis. Pertama adalah peningkatan penjualan kendaraan, khususnya kendaraan listrik atau electric vehicles (EV), yang semakin diminati di banyak negara Asia Pasifik. Selain itu, adanya reformasi regulasi dan percepatan transformasi digital dalam sektor asuransi turut menjadi pendorong utama pertumbuhan pasar ini.
Beberapa negara seperti China, Jepang, Australia, Korea Selatan, dan India tetap menjadi motor utama dalam industri ini, di mana negara-negara tersebut menyumbang sekitar 92 persen dari total premi asuransi kendaraan yang ada di kawasan pada tahun 2024. Peran besar negara-negara ini diperkirakan tetap akan berlanjut hingga beberapa tahun mendatang, mengingat besarnya pasar otomotif dan besarnya populasi penduduk.
Pasar asuransi kendaraan di Asia Pasifik diprediksi tumbuh sebesar 5,6 persen hanya dalam satu tahun pada 2025, didukung oleh berbagai insentif yang diberikan untuk kendaraan listrik. Kebijakan pengurangan emisi karbon serta pemanfaatan teknologi kecerdasan buatan (AI) dan digitalisasi di seluruh rantai nilai asuransi juga menjadi faktor penting. Inovasi teknologi ini tidak hanya mempermudah proses underwriting dan klaim, tapi juga meningkatkan pengalaman pelanggan.
Perusahaan-perusahaan asuransi kini mulai mengeluarkan produk-produk khusus yang dirancang untuk kendaraan listrik, mengantisipasi risiko-risiko baru yang muncul seiring percepatan adopsi EV. Pemerintah di beberapa negara seperti Taiwan, Singapura, dan China bahkan telah menyusun regulasi yang lebih relevan dan adaptif untuk perlindungan asuransi kendaraan listrik, hal ini semakin memperkuat permintaan dan kebutuhan akan produk asuransi yang spesifik.
Salah satu contoh inovasi dalam industri ini adalah langkah produsen mobil listrik China, BYD, yang sejak Mei 2024 memasuki ranah asuransi dengan mengakuisisi perusahaan asuransi berlisensi. Strategi ini memungkinkan BYD untuk menawarkan produk asuransi kendaraan secara langsung kepada konsumennya, sebuah tren yang mulai banyak diikuti di tingkat global oleh produsen otomotif yang ingin memperluas jangkauan layanan sekaligus memperkuat loyalitas pelanggan.
Perkembangan kendaraan energi baru (New Energy Vehicles atau NEV) juga menunjukkan tren positif. Di China, NEV sudah menyumbang sepertiga dari total penjualan kendaraan sepanjang tahun 2023, sebuah angka yang cukup mencerminkan minat tinggi masyarakat terhadap kendaraan ramah lingkungan. Data analitik kini menjadi alat utama bagi perusahaan asuransi untuk mengembangkan model harga dan standar underwriting yang lebih akurat serta sesuai dengan risiko kendaraan listrik yang berbeda dengan kendaraan konvensional.
Meskipun demikian, tantangan utama yang dihadapi industri asuransi kendaraan adalah pengaturan harga yang ketat, yang berpotensi membatasi perbaikan margin keuntungan perusahaan. Hal ini menuntut strategi yang tepat agar bisnis tetap sehat sekaligus dapat memberikan produk yang kompetitif dan menarik bagi konsumen.
Selain itu, produk asuransi berbasis penggunaan seperti Pay-As-You-Drive (PAYD) mulai mendapat tempat di beberapa negara Asia Pasifik seperti Korea Selatan, Singapura, Malaysia, dan India. Skema PAYD ini memungkinkan konsumen membayar premi yang disesuaikan dengan jarak tempuh serta perilaku berkendara mereka. Model ini dipandang mampu meredam resistensi konsumen terhadap kenaikan tarif premi yang selama ini menjadi kendala dalam industri asuransi kendaraan.
Perubahan regulasi juga menjadi faktor penting dalam mendorong permintaan asuransi kendaraan. Pemerintah di Indonesia tengah mempersiapkan kebijakan wajib asuransi tanggung jawab pihak ketiga untuk kendaraan bermotor, sementara Malaysia berambisi meningkatkan penetrasi kendaraan listrik secara signifikan pada tahun 2030. Langkah-langkah ini bukan hanya mengamankan perlindungan bagi pengguna kendaraan, tetapi juga membuka peluang pertumbuhan bisnis asuransi di masa depan.
Meskipun menghadapi beberapa hambatan regulasi, prospek pertumbuhan industri ini tetap positif. Kebijakan kenaikan tarif yang moderat, disiplin dalam proses underwriting, serta kemitraan strategis diyakini akan menjadi kunci keberhasilan menjaga profitabilitas perusahaan asuransi di tengah perkembangan pasar yang terus dinamis.
Dalam konteks yang lebih luas, tren digitalisasi dan teknologi pintar diyakini akan terus menjadi katalis utama dalam transformasi industri asuransi kendaraan di Asia Pasifik. Dari pengembangan produk yang inovatif, proses klaim yang efisien, hingga layanan pelanggan yang lebih personal dan responsif, teknologi membuka peluang baru sekaligus meningkatkan daya saing perusahaan asuransi.
Pertumbuhan pasar asuransi kendaraan di Asia Pasifik ini juga mencerminkan semakin tingginya kesadaran masyarakat akan pentingnya perlindungan finansial atas aset kendaraan mereka, terutama di tengah ketidakpastian ekonomi dan risiko kecelakaan yang selalu ada.
Kesimpulannya, masa depan industri asuransi kendaraan di kawasan Asia Pasifik tampak cerah dengan berbagai peluang yang tumbuh seiring dengan kemajuan teknologi, regulasi yang adaptif, dan kebutuhan konsumen yang terus berkembang. Perusahaan asuransi yang mampu berinovasi dan menyesuaikan diri dengan dinamika pasar akan menjadi pemenang dalam persaingan yang semakin kompetitif ini.