JAKARTA - Langkah beralih ke moda transportasi massal seperti Commuter Line (KRL) kini bukan sekadar solusi menghindari kemacetan, tetapi juga bentuk nyata kontribusi terhadap kelestarian lingkungan. Berdasarkan riset yang dilakukan oleh Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), KRL terbukti menjadi salah satu moda transportasi paling ramah lingkungan, khususnya di wilayah Jabodetabek yang kerap dilanda polusi udara tinggi.
Dari data BRIN, emisi karbon dioksida (CO?) yang dihasilkan oleh KRL hanya sekitar 34,03 gram per penumpang-kilometer. Angka ini jauh lebih rendah bila dibandingkan kendaraan pribadi berbahan bakar bensin, yang menghasilkan sekitar 42 gram CO? per penumpang-kilometer dengan asumsi empat orang dalam satu mobil. Selisih angka tersebut menegaskan bahwa penggunaan KRL memiliki dampak positif langsung terhadap pengurangan polusi udara.
Keunggulan KRL sebagai moda transportasi ramah lingkungan ditegaskan oleh VP Corporate Secretary KAI Commuter, Joni Martinus. Ia menyampaikan bahwa satu rangkaian Commuter Line mampu menampung hingga 3.400 penumpang dalam satu perjalanan. “Jika dibandingkan dengan mobil pribadi yang memiliki kapasitas empat orang, maka sekali perjalanan Commuter Line dapat menggantikan sekitar 850 mobil. Bisa dibayangkan pengurangan gas karbon yang dihasilkan jika masyarakat beralih ke Commuter Line,” ujar Joni saat memberikan keterangan pers di Jakarta.
Kontribusi transportasi terhadap kualitas udara di Jakarta memang sudah menjadi perhatian serius berbagai pihak. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) DKI Jakarta mencatat bahwa dua sektor utama penyumbang polusi udara terbesar adalah industri dan transportasi. Oleh sebab itu, mendorong masyarakat untuk berpindah dari kendaraan pribadi ke transportasi umum menjadi langkah penting dalam pengendalian emisi.
Tak hanya lebih ramah lingkungan, KRL juga terbukti membantu mengurangi kemacetan di kota-kota besar, terutama Jakarta. Menurut laporan dari lembaga pemantau lalu lintas global, TomTom International BV, indeks kemacetan di Jakarta pada tahun 2025 menempati peringkat kelima tertinggi di dunia. Pada jam sibuk, yakni pukul 07.00–09.00 WIB dan 17.00–19.00 WIB, tingkat kemacetan rata-rata mencapai 43%. Fakta ini memperkuat urgensi beralih ke moda transportasi massal sebagai solusi mobilitas perkotaan yang berkelanjutan.
Dalam hal keberlanjutan (sustainability), KRL juga menawarkan banyak keunggulan dibandingkan moda transportasi lainnya. Saat ini, KAI Commuter mengoperasikan 1.063 perjalanan Commuter Line Jabodetabek setiap harinya. Selain wilayah Jabodetabek, KAI Commuter juga mengoperasikan kereta rel listrik di jalur lain seperti Commuter Line Basoetta menuju Bandara Soekarno-Hatta serta Commuter Line di wilayah Yogyakarta.
“Beralih ke moda berbasis rel tidak hanya mendukung efisiensi transportasi, tetapi juga merupakan bagian dari aksi nyata dalam mengatasi isu lingkungan,” tegas Joni.
Upaya untuk menarik lebih banyak masyarakat agar menggunakan KRL pun terus dilakukan. Sepanjang semester I tahun 2025, volume pengguna Commuter Line Jabodetabek mencapai 166.423.692 orang. Angka ini mengalami peningkatan sebesar 6,13 persen dibandingkan periode yang sama pada tahun sebelumnya, yaitu 156.816.151 orang. Peningkatan ini menunjukkan respons positif masyarakat terhadap layanan KRL sebagai moda transportasi alternatif yang lebih efisien dan berkelanjutan.
Menurut Joni, KAI Commuter akan terus melakukan peningkatan layanan guna mempertahankan dan meningkatkan jumlah pengguna. “KAI Commuter juga akan terus melakukan peningkatan layanan untuk lebih menarik minat masyarakat agar beralih dari kendaraan pribadi ke transportasi Commuter Line, sebagai garda depan moda ramah lingkungan di Indonesia,” pungkasnya.
Meningkatnya penggunaan KRL menjadi cerminan bahwa kesadaran masyarakat terhadap isu lingkungan dan transportasi mulai tumbuh. Dengan keunggulan efisiensi energi, daya angkut yang besar, dan emisi karbon yang lebih rendah, KRL bukan hanya menjadi alternatif transportasi, melainkan bagian dari solusi jangka panjang atas permasalahan lingkungan dan kemacetan kota.
Langkah-langkah konkret seperti ini akan semakin relevan dalam konteks urbanisasi yang terus meningkat. Semakin banyak masyarakat yang menggantungkan aktivitasnya pada mobilitas harian di kota besar, maka kebutuhan terhadap sistem transportasi yang efisien, terjangkau, dan ramah lingkungan menjadi tidak terelakkan.
Dengan data dan fakta yang sudah tersaji, Commuter Line saat ini tidak hanya menjadi tulang punggung transportasi di wilayah Jabodetabek, tetapi juga berperan penting dalam upaya nasional mengurangi emisi karbon. Maka, menjadikan KRL sebagai pilihan utama dalam perjalanan sehari-hari adalah langkah kecil namun berdampak besar bagi masa depan lingkungan dan kualitas hidup masyarakat urban.