JAKARTA - Perkembangan sepak bola nasional menghadapi tantangan serius terkait keberadaan pemain asing dalam kompetisi kasta tertinggi Indonesia. Kebijakan penambahan kuota pemain asing yang akan berlaku pada musim 2025/2026 dikhawatirkan justru mengurangi peluang bermain bagi talenta lokal. Hal ini mengakibatkan minimnya ruang bagi pemain muda Indonesia untuk berkembang dan bersaing di level profesional.
Sejak tiga musim terakhir, tren klub-klub Liga 1 semakin bergantung pada pemain asing demi mengejar prestasi instan. Hal tersebut terlihat dari data menit bermain para pemain lokal yang semakin menurun drastis. Pada musim 2024/2025, ketika kuota pemain asing mencapai delapan, hanya ada 27 pemain lokal yang masuk daftar 100 pemain dengan menit bermain terbanyak. Angka ini turun signifikan dibanding musim 2023/2024 yang masih mencatat 40 pemain lokal, bahkan jauh dibanding musim 2022/2023 yang ada 49 pemain lokal dalam daftar tersebut.
Kondisi ini mengindikasikan bahwa penambahan kuota pemain asing justru menutup peluang bagi regenerasi pemain muda Indonesia yang sangat dibutuhkan untuk masa depan sepak bola nasional. Keputusan klub lebih memilih pemain asing karena dianggap dapat membawa hasil cepat menjadi faktor utama yang meminggirkan pemain lokal.
Perbandingan dengan Kompetisi Negara Tetangga
Fenomena serupa justru tidak terjadi di negara tetangga. Misalnya, Liga Thailand yang meski memiliki kuota pemain asing sebanyak sembilan, tetap mempertahankan dominasi pemain lokal. Pada musim lalu, terdapat 54 pemain lokal yang masuk daftar 100 pemain dengan menit bermain terbanyak. Vietnam, yang hanya mengizinkan lima pemain asing, bahkan memiliki 70 pemain lokal dalam daftar tersebut. Ini menunjukkan bahwa pembatasan kuota pemain asing yang ketat mampu memberikan ruang lebih besar bagi pemain lokal untuk berkembang.
Pembinaan dan regulasi yang mendukung di negara-negara tersebut membuktikan bahwa tanpa membatasi pemain asing secara ketat, keberadaan talenta lokal tetap terjaga. Hal ini menjadi contoh yang dapat dijadikan acuan bagi penyelenggara liga Indonesia.
Peran I-League dan PSSI dalam Melindungi Talenta Lokal
I-League, sebagai pengelola kompetisi di bawah PT Liga Indonesia Baru, bersama PSSI perlu segera merumuskan kebijakan yang mampu memberikan perlindungan dan peluang bagi talenta lokal. Penambahan kuota pemain asing harus dibarengi dengan komitmen kuat untuk memperbaiki sistem pembinaan usia muda dan pengembangan pemain lokal.
Meskipun ada aturan wajib klub untuk mendaftarkan minimal lima pemain berusia di bawah 23 tahun dalam skuad musim 2025/2026, hal ini belum cukup mendorong klub untuk benar-benar serius membina dan mengoptimalkan pemain muda mereka. Regulasi tersebut cenderung bersifat formalitas tanpa memberikan dampak signifikan pada menit bermain dan pengembangan kualitas pemain lokal.
Pelajaran dari Kebijakan Kuota Homegrown Eropa
Indonesia bisa belajar dari penerapan kebijakan serupa yang sudah dilakukan di kompetisi Eropa. Sejak musim 2006/2007, UEFA menerapkan aturan kuota homegrown yang mewajibkan klub-klub peserta kompetisinya untuk mendaftarkan minimal delapan pemain homegrown dalam skuad berjumlah 25 pemain. Kebijakan ini bertujuan untuk melindungi talenta lokal sekaligus mendorong pembinaan pemain muda dalam jangka panjang.
Pemain homegrown sendiri didefinisikan sebagai pemain yang dibina oleh klub di negara asalnya minimal selama tiga tahun antara usia 15 sampai 21 tahun, tanpa melihat kewarganegaraan. Selain itu, setengah dari pemain homegrown tersebut juga harus dilatih langsung oleh klub tempat mereka berkompetisi.
Aturan serupa kemudian diadopsi oleh liga-liga top Eropa lainnya, seperti Serie A Italia yang mengikuti pola UEFA dan Liga Primer Inggris yang melakukan sedikit modifikasi. Di Liga Primer, pemain homegrown adalah yang dilatih selama minimal tiga tahun sebelum usia 21 tahun di klub yang berbasis di Inggris atau Wales.
Urgensi Penerapan Regulasi Serupa di Liga Indonesia
Adopsi aturan serupa di Liga Indonesia menjadi sebuah kebutuhan mendesak. Dengan aturan yang jelas dan ketat tentang kuota pemain homegrown, klub-klub akan terdorong untuk lebih serius dalam mengembangkan talenta lokal. Ini tidak hanya akan membuka peluang lebih besar bagi pemain muda untuk mendapatkan menit bermain yang cukup, tetapi juga mendorong kualitas pembinaan secara sistematis.
Regulasi yang mendukung pembinaan pemain lokal juga akan berdampak positif terhadap regenerasi tim nasional Indonesia. Dengan jam terbang yang cukup di liga domestik, para pemain muda dapat berkembang menjadi atlet berkelas yang mampu bersaing di level internasional.
Mengatasi Ketergantungan pada Pemain Asing
Sementara keberadaan pemain asing tetap penting untuk meningkatkan kompetisi dan kualitas permainan, ketergantungan berlebihan harus dihindari. Saat ini, klub-klub lebih sering memilih pemain asing sebagai solusi instan untuk hasil kompetisi, tanpa memperhatikan dampak jangka panjang terhadap pengembangan pemain lokal.
Dengan adanya perlindungan yang tepat, para pemain muda Indonesia akan memiliki ruang untuk berkompetisi secara sehat dan meningkatkan kemampuan. Hal ini akan menciptakan ekosistem sepak bola yang berkelanjutan dan berorientasi pada kemajuan jangka panjang.
Penambahan kuota pemain asing di Liga 1 harus diimbangi dengan regulasi yang memprioritaskan pengembangan talenta lokal. Pelajaran dari liga-liga di luar negeri membuktikan bahwa kuota homegrown efektif dalam menjaga regenerasi pemain dan kualitas sepak bola nasional.
PSSI dan pengelola liga memiliki tanggung jawab besar untuk memastikan bahwa kebijakan yang diambil tidak hanya mengejar prestasi instan, tapi juga menjaga masa depan sepak bola Indonesia dengan melindungi dan mengembangkan talenta lokal yang berpotensi.