JAKARTA - Dalam menghadapi tantangan ekonomi global serta menjaga kestabilan konsumsi masyarakat dalam negeri, Bank Indonesia (BI) menjalankan berbagai strategi moneter. Fokusnya adalah untuk mendongkrak daya beli masyarakat, sekaligus mendorong pertumbuhan ekonomi secara berkelanjutan.
Gubernur BI Perry Warjiyo menyatakan bahwa tahun ini, BI mengandalkan empat kebijakan utama guna mendorong daya beli masyarakat. Dalam konferensi pers yang digelar, Perry menjelaskan bahwa strategi tersebut dirancang menyeluruh dan saling melengkapi satu sama lain, demi menciptakan keseimbangan antara stabilitas moneter dan pertumbuhan ekonomi.
“Jadi ada empat (jurus) bagaimana kebijakan moneter menjaga daya beli masyarakat dan pertumbuhan ekonomi,” ujar Perry.
- Baca Juga Pinjaman Mudah KUR BRI 2025 Pelaku UMKM
Kebijakan pertama adalah pemangkasan suku bunga acuan atau BI-Rate. Perry menjelaskan bahwa pemangkasan suku bunga acuan telah dilakukan tiga kali sepanjang tahun 2025, yaitu pada Januari, Mei, dan Juli. Masing-masing pemangkasan sebesar 25 basis poin, sehingga BI-Rate kini berada di level 5,25%.
Kebijakan ini bertujuan untuk membuat pinjaman menjadi lebih terjangkau, baik bagi pelaku usaha maupun masyarakat umum. Dengan biaya pinjaman yang lebih rendah, diharapkan aktivitas konsumsi dan investasi akan meningkat, yang berujung pada meningkatnya daya beli masyarakat.
Tak hanya suku bunga acuan yang mengalami penurunan, suku bunga Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) juga ikut turun. Untuk SRBI tenor 12 bulan, angkanya sudah turun dari 6,74% pada Januari 2025 menjadi 5,57% saat ini.
“Jadi sudah turun 117 bps. Ini juga menurunkan suku bunga SBN, yield SBN, dan kemudian bisa mendorong daya beli dan pertumbuhan,” papar Perry.
Kebijakan kedua yang dilaksanakan BI adalah mengurangi volume SRBI yang beredar. Tujuannya adalah menambah likuiditas di sektor perbankan dan pasar keuangan nasional. Perry menjelaskan bahwa pada awal Januari 2025, volume SRBI tercatat sebesar Rp923,5 triliun. Kini, angka tersebut telah menurun menjadi Rp754,1 triliun.
Penurunan ini menandakan adanya tambahan dana mengalir ke sektor perbankan yang bisa dimanfaatkan untuk ekspansi kredit. Dengan bertambahnya likuiditas, bank memiliki ruang lebih besar untuk menyalurkan pembiayaan ke berbagai sektor ekonomi, termasuk sektor usaha kecil dan menengah yang sangat membutuhkan dukungan permodalan.
Langkah ketiga dalam strategi kebijakan moneter BI adalah melakukan koordinasi erat dengan Kementerian Keuangan dalam mendukung pembiayaan fiskal negara. Salah satu wujud nyata dari kolaborasi ini adalah pembelian Surat Berharga Negara (SBN) oleh BI. Hingga saat ini, BI telah membeli SBN senilai Rp147,6 triliun.
“Dengan pembelian ini bagaimana fiskal mendorong sektor riil dan pertumbuhan ekonomi,” jelas Perry.
Pembelian SBN tersebut tidak hanya mendukung anggaran negara, tetapi juga memperkuat kapasitas fiskal pemerintah untuk melaksanakan program-program prioritas yang berdampak langsung terhadap kesejahteraan masyarakat, seperti subsidi, pembangunan infrastruktur, hingga program bantuan sosial.
Kebijakan keempat yang menjadi bagian penting dalam menjaga daya beli masyarakat adalah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. Perry menegaskan bahwa kestabilan nilai tukar sangat penting karena akan menentukan harga-harga barang dan jasa di pasaran. Jika nilai tukar rupiah stabil, maka gejolak harga barang impor akan terkendali, sehingga tidak mengganggu daya beli masyarakat.
“Apabila nilai tukar rupiah stabil, maka harga-harga di pasaran juga ikut stabil, sehingga daya beli masyarakat bisa terdorong,” ungkap Perry.
Stabilitas nilai tukar rupiah juga memberikan kepastian lebih kepada pelaku usaha yang terlibat dalam perdagangan internasional. Dengan kurs yang stabil, biaya bahan baku impor dan perencanaan produksi bisa dilakukan dengan lebih baik, yang pada akhirnya berdampak positif terhadap harga jual produk di dalam negeri.
Keempat kebijakan ini merupakan bentuk respons BI terhadap kondisi ekonomi global yang penuh ketidakpastian. BI tidak hanya fokus pada stabilitas makroekonomi, tetapi juga memperhatikan kondisi riil di lapangan, terutama kemampuan masyarakat dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari.
Selain itu, langkah-langkah ini juga mencerminkan pentingnya sinergi antara otoritas moneter dan fiskal dalam merespons tantangan ekonomi yang kompleks. BI bersama Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa kerja sama antarlembaga sangat penting demi menjaga keberlanjutan pemulihan ekonomi nasional.
Daya beli masyarakat merupakan elemen kunci dalam mendorong pertumbuhan ekonomi yang inklusif. Ketika masyarakat memiliki daya beli yang baik, maka permintaan terhadap barang dan jasa akan meningkat. Hal ini akan merangsang sektor produksi, menciptakan lapangan kerja, dan akhirnya meningkatkan pendapatan masyarakat secara keseluruhan.
Dengan rangkaian kebijakan yang telah dijalankan, BI berharap masyarakat tetap optimistis dan dunia usaha semakin aktif menjalankan kegiatan ekonominya. Dalam kondisi seperti sekarang, stabilitas dan pertumbuhan ekonomi tidak hanya menjadi tanggung jawab pemerintah, tetapi juga membutuhkan dukungan dari berbagai sektor, termasuk pelaku usaha dan masyarakat luas.