JAKARTA - Transformasi kendaraan bermotor menuju energi ramah lingkungan seperti mobil listrik berbasis baterai (Battery Electric Vehicle/BEV) memunculkan tantangan baru di sektor asuransi. Meskipun tren adopsi mobil listrik di Indonesia terus meningkat, hingga kini belum terdapat aturan spesifik terkait asuransi untuk kendaraan jenis ini.
Kondisi ini mendorong pihak penyedia jasa asuransi seperti Asuransi Astra untuk mengusulkan regulasi yang lebih relevan. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Asosiasi Asuransi Umum Indonesia (AAUI) diharapkan dapat segera menetapkan ketentuan khusus dalam perlindungan asuransi untuk mobil listrik.
“Mobil biasa sama mobil listrik itu pasti risikonya berbeda, utamanya lantaran ada baterai. Baterai sendiri kan harganya mampu separuh nilai mobil, dan sekarang kita tahu risiko-risiko (kerusakan) baterai itu juga sangat beragam,” ujar Vivi Evertina, Manager Retail Product Management Asuransi Astra saat ditemui di Tangerang, Banten.
Produk Sudah Ada, Namun Perlakuan Masih Umum
Vivi menjelaskan bahwa penyedia asuransi kendaraan seperti Garda Oto dari Asuransi Astra sejatinya telah menerima permintaan perlindungan terhadap kendaraan listrik. Namun, struktur polis, besaran premi, dan jenis layanan yang ditawarkan masih disamakan dengan kendaraan konvensional berbahan bakar fosil (Internal Combustion Engine/ICE).
Meski belum ditemukan kasus signifikan terkait kerusakan baterai di kendaraan listrik yang diasuransikan, Vivi menilai aturan khusus tetap sangat dibutuhkan. Hal ini bertujuan agar bentuk perlindungan dapat disesuaikan secara lebih menyeluruh dengan karakteristik dan risiko kendaraan listrik.
Risiko Baterai: Faktor Penentu dalam Perlindungan
Menurut Vivi, baterai menjadi komponen utama yang membedakan kendaraan listrik dengan mobil konvensional. Harga baterai yang sangat tinggi, bahkan bisa mencapai separuh dari nilai kendaraan, membuatnya menjadi objek vital dalam perlindungan asuransi.
“Faktor akibat (BEV dengan ICE) pasti berbeda, namun kita belum punya aturannya, angan kami tentunya kepada regulator, kita sedang menunggu dari regulator apakah kelak keluar patokan baru,” kata Head of PR, Marcomm, & Event Asuransi Astra, Laurentius Iwan Pranoto.
Laurentius menjelaskan bahwa permasalahan baterai cukup kompleks dalam konteks pertanggungan. Jika kerusakan baterai disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas atau dampak insiden lain yang bisa diverifikasi, maka asuransi bisa menanggung kerugiannya. Namun, dalam situasi di mana baterai meledak atau rusak tanpa sebab yang jelas, tanggung jawab perlindungan akan dialihkan kepada pihak Agen Pemegang Merek (APM) atau pabrikan kendaraan.
“Jika berangkaian dengan kecelakaan alias baterai meledak setelah mengalami kecelakaan, kasus itu mampu ditangani oleh asuransi. Tapi jika baterai tiba-tiba meledak tanpa ada penyebab, maka kasus ditangani oleh APM,” ujar Laurentius menegaskan.
Keterlibatan Regulator Menjadi Kunci
Peran OJK sebagai regulator utama dalam industri jasa keuangan, termasuk sektor asuransi, sangat penting dalam merumuskan kebijakan yang dapat menjamin keadilan dan kepastian hukum dalam perlindungan kendaraan listrik. OJK memiliki wewenang untuk merancang aturan, melakukan pengawasan, dan menetapkan kebijakan guna memastikan bahwa setiap produk asuransi berjalan dengan sehat dan transparan, serta melindungi hak konsumen.
Sementara itu, AAUI sebagai wadah asosiasi perusahaan asuransi umum di Indonesia memiliki fungsi dalam merumuskan standar industri dan menyalurkan aspirasi anggotanya. AAUI juga bertugas mendukung sosialisasi kebijakan dan implementasi praktik terbaik di kalangan pelaku usaha asuransi.
Langkah-langkah dari kedua institusi tersebut menjadi kunci dalam menyesuaikan ekosistem asuransi dengan perkembangan kendaraan ramah lingkungan yang makin masif di Indonesia.
Menanti Regulasi Spesifik dan Kejelasan Skema
Saat ini, penyedia jasa asuransi masih bergantung pada mekanisme internal dan kerja sama dengan pabrikan mobil dalam menangani klaim yang melibatkan baterai kendaraan listrik. Ketidakjelasan regulasi menimbulkan potensi kesulitan dalam menetapkan tanggung jawab, serta keraguan dari sisi nasabah terhadap perlindungan yang diterima.
Vivi Evertina menyampaikan bahwa dengan adanya kebijakan yang lebih rinci dan terfokus pada BEV, penyedia asuransi bisa memberikan layanan yang lebih terukur dan profesional sesuai dengan kebutuhan pasar.
Asuransi yang Adaptif terhadap Inovasi
Permintaan terhadap kendaraan listrik di Indonesia diprediksi akan meningkat tajam dalam beberapa tahun mendatang. Untuk itu, sistem asuransi yang berlaku juga harus bertransformasi. Perusahaan asuransi yang proaktif seperti Asuransi Astra menyadari urgensi ini dan berharap dukungan penuh dari regulator.
Dengan semakin banyak kendaraan listrik yang beroperasi di jalan raya, tantangan perlindungan juga akan semakin kompleks. Penyusunan aturan spesifik oleh OJK dan AAUI bukan hanya soal perlindungan terhadap risiko teknis, tetapi juga soal membangun ekosistem yang mendukung percepatan elektrifikasi transportasi nasional.